TEMPO.CO, Jakarta - Agus Iskandar, Ketua RW 012 Kelurahan Kebon Melati, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat mengaku bukan anti Qlue. Agus malah bertekad, dia adalah pengguna aplikasi Qlue yang terintegrasi dengan aplikasi Jakarta Smart City. "Saya tidak menolak Qlue, yang saya tolak itu, kenapa Qlue dikaitkan dengan dana operasional?" kata Agus kepada Tempo, Senin 30 Mei 2016.
Baca juga:
Mahasiswa Akutansi UI Bunuh Diri Secara Unik: Karena Nilai?
Cita Citata Nempel & Foto Bareng Anggota DPR: Pacar Baru?
Jumat, 27 Mei lalu, beredar percakapan WhatsApp di grup Wali Kota Jakarta Selatan terkait Qlue. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama meminta lurah memecat ketua RT/RW yang enggan memakai Qlue dalam melaporkan kegiatannya.
Agus mengaku menjadi pengguna Qlue sejak aplikasi android ini diluncurkan. "Tapi Qlue yang umum, karena ada yang umum dan ada yang khusus RT/RW," kata pria 57 tahun ini. Menurut dia, dari pertama kali muncul, manfaat Qlue sangat besar. "Makanya saya bukan orang yang anti-Qlue, saya orang yang butuh Qlue."
Agus mencontohkan, lampu jalanan di suatu wilayah sudah tiga bulan mati. "Saya Qlue sekali aja, besokannya sudah dirapihin lagi tuh," kata Agus dengan logat Betawi yang kental. Namun, seiring dengan terbitnya Qlue khusus RT/RW dan pemerintah DKI Jakarta, ada aturan baru yang mengharuskan ketua RT/RW melaporkan keadaan di lingkungannya. Yaitu Keputusan Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 Tentang Pemberian Uang Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Rukun Tetangga dan Rukun Warga.
Ketua RT/RW cukup memotret suatu masalah dan membubuhkan keterangan alamat dan kondisi objek foto. Namun, mereka diwajibkan melaporkan tiga hal dalam sehari. Sebagai balasannya, mereka mendapat insentif Rp 10 ribu buat ketua RT dan Rp 12.500 untuk ketua RW per laporan atau foto. Mereka juga mendapat uang pulsa Rp 75 ribu per bulan. Jika ditotal, ketua RT mendapat Rp 975 ribu dalam sebulan. Sedangkan ketua RW Rp 1.200.000.
"Kalau Ahok mengatakan dana operasional itu perlu dipertanggungjawabkan, kan kita bikin LPJ?" Ujar Agus.
Agus mengatakan, RT/RW cukup membuat laporan pertanggungjawaban, tak perlu diwajibkan memakai Qlue RT/RW. Agus menilai keaktifan di Qlue menambah pekerjaan mereka. Ia heran Ahok menilai kinerja RT/RW lewat postingan foto di Qlue. Padahal, kata dia, mereka bekerja hingga tengah malam melayani masyarakat.
"Emangnya Pak Gubernur gak tahu kita gedebukan untuk Jakarta?" Katanya. Ia menjelaskan, pekerjaan ketua RW banyak. "Apalagi kalau diukur dengan uang Rp 1.200.000. Bukannya diremehin, tapi gak ada apa-apanya daripada kegiatan di wilayah saya," katanya lagi.
Baca juga:
Cita Citata Nempel & Foto Bareng Anggota DPR: Pacar Baru?
Ayu Ting Ting-Jessica Tampil Bareng: Kenapa Muka Ayu Masam?
Agus menjelaskan, sosialisasi tentang Qlue RT/RW diadakan April lalu. Ia bercerita bahwa ketika rapat dengar pendapat antara Komisi A DPRD DKI, eksekutif, fraksi, dan perwakilan ketua RT/RW pada Kamis, 26 Mei, sudah ada beberapa wilayah yang menerapkan Qlue.
Ia mencontohkan suatu kelurahan yang memakai Qlue sudah berisi sekitar 200 postingan. Tetapi yang bisa divalidasi ke tingkat wali kota cuma satu. "Itu kami pertanyakan di DPRD, kenapa begitu? Katanya memang sistemnya belum siap, sedang berjalan."
Menurut Agus, dana operasional buat ketua RT/RW sudah lama ada. "Mulai zamannya Pak Sutiyoso. Dulu cuma Rp 200 ribu lalu naik dan naik," kata pedagang baju wanita di Thamrin City ini. Ia mengatakan, RT/RW sudah bekerja untuk masyarakat. "Tapi Ahok bilang kalau mau dapat uang harus kerja, gak mau kerja ya gak dapat uang. Tapi bukan persoalan itu."
Ia hanya meminta Ahok memikirkan lagi soal Qlue RT/RW. "Kerjaan mosting-mosting foto apa susahnya sih? Gampang. Tapi jangan jadi kewajiban-lah, kebutuhan," ujar Agus.
REZKI ALVIONITASARI
Baca juga:
Mahasiswa Akuntansi UI Bunuh Diri Secara Unik: Karena Nilai?
Cita Citata Nempel & Foto Bareng Anggota DPR: Pacar Baru?