TEMPO.CO, Tangerang - Tim kuasa hukum terdakwa RAI menilai polisi terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan dalam perkara pembunuhan Eno Farihah. Karena itu tidak heran banyak kejanggalan yang muncul saat perakara ini diperiksa di pengadilan. " “Ini kasus yang dipaksakan," ujar Alfan Sari, salah satu kuasa hukum RAI kepada Tempo, Jum'at 10 Juni 2016.
Eno Farihah adalah karyawan pabrik plastik di Kosambi Kabupaten Tangerang yang ditemukan tewas di mess tempat tinggalnya pada 13 Mei 2016. Sehari berikutnya polisi menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah Rahmat Arifin (22), Imam Harpiadi (24), dan seorang pelajar SMP berinisial RAI, 15 tahun.
Berkas pemeriksaan RAI diproses lebih cepat karena dia masih kategori anak-anak. Dalam persidangan, Jaksa Penuntut menghadirkan Rahmat Arifin sebagai saksi. Kesaksian yang diberikan Arifin sangat mengejutkan. Sebab dia yakin RAI tidak terlibat pembunuhan itu. "Dalam persidangan fakta-fakta bermunculan dan kami menilai kasus ini sarat dengan kejanggalan," kata Alfan.
Baca: Kesaksian Arifin di Sidang RAI, Polisi: 1.000 Persen Bohong
Menurut Alfan, paling tidak ada lima alasan kasus RAI ini dipaksakan. Selama persidangan RAI membantah semua hasil pemeriksaan yang tertuang Berita Acara Pemeriksaan (BAP). "Kami tanyakan kenapa mau menandatangani BAP, dia bilang karena dipaksa, ditamparin, disetrum, disudut rokok," kata Alfan.
Alfan menambahkan, RAI berkali-kali menolak menandatangani BAP. Bahkan dia tiga kali merobek lembaran BAP yang disodorkan penyidik . Namun karena mendapat tekanan dan siksaan, RAI tidak bisa bertahan untuk menolak.
Baca: Polisi Ancam Pihak yang Rekayasa Fakta Hukum Kasus Eno
Dalam Berita Acara Pemeriksaan itu, kata Alfan, tercantum bukti transkrip percakapan telepon atau SMS antara RAI dengan Eno Farihah. Namun bukti ini tidak pernah dibuka dalam persidangan. "Padahal, petunjuk dan esensi kasus ini ada di SMS itu," ujarnya.
Selain itu, Alfan juga mendesak agar petugas laboratorium forensik, untuk dihadirkan dalam sidang. Keterangan petugas ini perlu didengar sebab publik perlu penjelasan ihwal air liur RAI yang disebut menempel di dada kiri korban. “Kita ingin tahu bagaimana pembuktiannya dan bagaimana cara mengidentifikasi air liur RAI itu,” kata dia.
Alfan mengatakan, dalam proses penyelidikan, RAI sudah menyebut nama Dimas sebagai orang yang dicurigai terlibat pembunuhan Eno Farihah. Namun di dalam berita acara pemeriksaan nama itu tidak muncul sama sekali.
Baca: Polisi Cari Dimas Tompel yang Disebut Pembunuh Eno
Di dalam persidangan, nama Dimas kembali muncul. Kali ini nama itu disebut oleh Rahmat Arifin saat memberi kesaksian di depan hakim. Arifin mengenali Dimas lewat ciri-ciri fisik berupa tompel di wajah.
Slamet Tambunan, juga kuasa hukum RAI, mengatakan proses persidangan RAI terkesan dikebut dan sama sekali tidak menggambarkan persidangan anak di bawah umur. "Ini sistem peradilan anak, semestinya harus ramah anak, tapi ternyata tidak ramah anak karena kerap terjadi bentakan, dijaga polisi berseragam dan bersenjata, seperti dipaksakan agar cepat selesai," kata Slamet.
Menurut Slamet, tim kuasa hukum kesulitan mendapatkan BAP meski sejak awal sudah mengajukan permintaan. "Ini menjadi kendala kami mengungkap dan melakukan pembelaan secara maksimal karena berkas perkara tidak dipegang."
JONIANSYAH HARDJONO