TEMPO.CO, Jakarta - RAI, 15 tahun, terdakwa kasus pembunuhan Enno Farihah hari ini menjalani sidang dengan agenda pembelaan (pledoi). Dalam pledoi itu, RAI menolak disebut sebagai pembunuh Enno. Ia memberi alibi bahwa dia di rumah saat peristiwa pembunuhan terjadi.
Ibunda RAI, Neneng, mengenang kembali penangkapan sang anak pada Sabtu malam, 14 Mei 2016, pukul 23.25 WIB. Ia mengatakan malam itu polisi memborgol anak keduanya itu. "Rambutnya dijenggut," kata Neneng.
Menurut Neneng, pada malam penangkapan itu, ia dan suaminya, bahkan RAI tak tahu alasan penangkapan. “Polisi yang datang hanya mengatakan, anak Ibu, kami amankan karena masalah handphone,” ujar Neneng mengulang ucapan polisi.
Saat polisi datang, RAI sedang menonton tayangan sepak bola di televisi. Mendengar suara ketuk pintu tengah malam, RAI tak segera membukakan pintu, dia lalu membangunkan ayahnya lebih dulu.
Setelah itu RAI dibawa, Neneng juga heran sebelum pergi polisi menanyakan baju yang dipakai RAI malam sebelumnya.
Neneng pun mengatakan ayahnya menerapkan disiplin di rumah. Anak-anaknya merupakan anak rumahan dan jarang keluar rumah. Malam hari RAI tidak pernah keluar rumah, dia belajar, mengaji, dan menonton televisi.
“Kami mendidik anak-anak dengan agama. Masya Allah tudingannya keji, sangat keji. Ini ujian bagi kami. Anak saya pendiam. HP saja terbuka, saya baca-baca isinya hanya daftar nama kawan sekolah,” kata Neneng sambil mengusap air matanya yang nyaris jatuh ke pipi.
Dalam wawancara Tempo sebelum menghadapi sidang tuntutan, RAI mengatakan pada malam kejadian ia berada di rumah. Itu dikuatkan dengan keterangan ibunya. “Kalau sudah di rumah ayahnya menggembok pintu dan mengunci engsel pintu, dia tidak bisa keluar," kata Neneng.
RAI juga berkukuh tidak mengenal Enno. Katanya, jangankan SMS, nomor ponsel-nya pun dia tak punya. Pengacara RAI di persidangan juga bertanya tentang transkrip pembicaraan pesan pendek yang tak pernah dibuka di persidangan.
Meski RAI menyangkal membunuh Enno, dalam persidangan Kamis, 9 Juni 2016, jaksa yakin RAI terlibat dalam pembunuhan itu. Kepala Seksi Pidana Umum Andri Wiranofa mengatakan ada dua alat bukti yang bisa menjerat RAI. Pertama, surat visum yang menyatakan ada air liur anak (RAI) yang menempel di dada sebelah kiri korban.
Alat bukti kedua berupa keterangan ahli yang menyebutkan darah Enno menempel pada tangan anak (RAI). "Terdakwa menggigit dada sebelah kiri, air liurnya menempel pada dada, dan bekas gigitan itu meninggalkan struktur gigi yang identik dengan gigi terdakwa," kata Andri, Kamis.
Enno dibunuh dan diperkosa di mes wanita pabrik plastik PT Polyta Global Mandiri, Kosambi, Tangerang, Kamis malam, 12 Mei 2016. Korban tewas mengenaskan. Polisi menetapkan RAI, 15 tahun, Rachmat Arifin bin Hartono, dan Imam Harpriadi bin Muki alias Gemuk sebagai tersangka pembunuh Enno.
AYU CIPTA