TEMPO.CO, Jakarta - Ketua pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berjalan mundur bila menerapkan kebijakan pelat nomor ganjil-genap untuk mengatasi kemacetan. Sistem yang diperkenalkan untuk menggantikan kebijakan three in one ini dinilai memiliki kendala di sisi teknis dan regulasi.
Tulus menilai pengawasan ganjil genap akan sulit bila tanpa bantuan teknologi. Hal ini memicu tingginya pelanggaran dan praktek suap dengan petugas kepolisian.
Selain itu, berpotensi maraknya terjadi pemalsuan pelat nomor, bahkan dijadikan bisnis pelat yang dilakukan oleh anggota kepolisian dan konsumen. "Khususnya bagi warga yang memiliki mobil lebih dari satu," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa, 21 Juni 2016.
Dari sisi ekonomi, Tulus menilai sistem ini akan mempersempit ruang gerak warga Jakarta. "Secara makro, bisa mereduksi pertumbuhan ekonomi," ucapnya.
Penerapan ganjil-genap menunjukkan adanya kekhawatiran pemerintah provinsi mengatasi kemacetan. Hal ini menimbulkan kecurigaan ada kepentingan ekonomi jangka pendek untuk pihak tertentu. "Aneh bin ajaib, hari gini masih gamang mengatasi kemacetan," tuturnya.
Tulus pun menegaskan sebaiknya pemerintah segera menerapkan electronic road pricing (ERP). Sebab, sudah jelas regulasinya, baik di undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan daerah. Sementara itu, sistem-ganjil genap tidak memiliki sandaran regulasi yang kuat. "Kok masih dengan sistem coba-coba untuk mengatasi kemacetan Jakarta," katanya.
AHMAD FAIZ