TEMPO.CO, Jakarta - PT Godang Tua Jaya (GTJ), pengelola tempat pengolahan sampah terpadu Bantargebang, berencana mengajukan gugatan ihwal surat peringatan ke-3 (SP-3) dari Pemerintah DKI Jakarta. "Kami masih koordinasi dengan tim kuasa hukum," kata Manajer Direktur PT GTJ, Douglas Manurung, Rabu, 22 Juni 2016.
Menurut dia, SP-1, 2, dan 3 yang dilayangkan DKI, karena pemerintah menganggap pengelola melakukan wanprestasi atau ingkar dalam perjanjian. Menurut dia, perusahaan joint operation PT Navigat Organic Energy Indonesia wanprestasi dalam pengelolaan gas metan. "Tapi pemerintah juga wanprestasi," kata Douglas.
Gasifikasi gagal dilakukan karena sampah yang dikirim oleh DKI ke TPST Bantargebang melebihi perjanjian. Seharusnya, pada 2016 sampah yang dikirim hanya 2.000 ton per hari. Namun, kenyataannya jumlah sampah DKI mencapai 6.000-7.000 ton per hari. "Akibatnya PT NOEI kesulitan mengelola gas metan menjadi listrik," kata Douglas.
Soalnya, kata dia, gas metana baru muncul setelah beberapa hari sampah itu ditimbun. Kenyataan di lapangan, sampah DKI terus berdatangan dan menimpa sampah yang ditimbun lebih dulu. Walhasil, pengambilan gas metana tak maksimal, sehingga produksi listrik sebesar 16 megawatt tak tercapai. "Produksi listrik hanya 2-3 megawatt."
Douglas menambahkan, ihwal aksi warga yang memblokir pintu masuk TPST Bantargebang tak ada kaitannya dengan pemutusan kontrak oleh Pemerintah DKI Jakarta terhadap pengelola. Menurut dia, aksi tersebut merupakan inisiatif warga sendiri. "Kami tidak ikut campur, itu urusan warga sendiri," kata Douglas.
Diberitakan Tempo, seratusan warga memblokir pintu masuk TPST Bantargebang pada Rabu siang, 22 Juni 2016. Mereka meminta truk sampah DKI tak membuah sampah ke TPST milik DKI itu dengan alasan tonase sampah yang masuk hari ini sudah mencapai 2.000 ton. Akibatnya, ratusan truk sampah DKI kembali lagi ke Jakarta.
ADI WARSONO
BACA JUGA
Eks Teman Ahok Gelar Jumpa Pers di Kafe, Siapa yang Bayar?
Eks Teman Ahok Mengaku Curangi KTP, Inilah Reaksi Ahok