TEMPO.CO, Bekasi - Seratusan warga di sekitar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang, Kota Bekasi, mengusir truk sampah asal DKI Jakarta agar tak membuang sampah ke tempat pembuangan tersebut. "Kami ingin sampah yang dibuang maksimal 2.000 ton," kata koordinator aksi, Wandi, di TPST Bantargebang, Bekasi, Rabu, 22 Juni 2016.
Menurut Wandi, selama ini sampah yang dibuang ke TPST Bantargebang melebihi perjanjian kerja sama dengan pengelola, yaitu mencapai 7.000 ton per hari. Padahal, dalam MoU yang diteken pada 2016, maksimal sampah yang dibuang hanya 2.000 ton. "Kami sudah berkirim surat, memasang spanduk, tapi tetap saja sampah overload," kata dia.
Wandi membantah penolakan truk sampah DKI merupakan pengadangan. Menurut dia, aksi itu bentuk dari kontrol sosial perihal tonase sampah yang masuk ke TPST Bantargebang. "Berdasarkan timbangan sejak pukul 00.00-12.00 WIB, sudah 2.000 ton sampah yang masuk," kata dia. "Jadi, kami tidak mau ada sampah yang dibuang lagi."
Dia juga membantah aksi tersebut buntut dari dikeluarkannya surat peringatan 3 oleh Pemerintah DKI Jakarta kepada pengelola TPST Bantargebang, PT Godang Tua Jaya dan PT Navigat Organic Energy Indonesia, pada 21 Juni 2016. "SP 3 itu urusan Pemprov DKI dan pengelola," katanya.
Ketua RT 01 RW 5, Kelurahan Ciketing Udik, Bekasi, Gunin, mengatakan warga akan membuka TPST Bantargebang setiap hari dengan syarat tidak melebihi tonase yang sudah ditentukan, yakni 2.000 ton per hari. "Sisanya terserah dikemanakan oleh DKI," kata dia.
ADI WARSONO