TEMPO.CO, Bekasi - Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kota Bekasi, Ariyanto Hendrata, mempertanyakan konsep pengelolaan TPST Bantargebang secara swakelola oleh pemerintah DKI. "Warga masih trauma dengan swakelola," kata Ariyanto, Kamis, 23 Juni 2016.
Menurut Ariyanto, swakelola pernah dilakukan pemerintah DKI pada 2000-an. Namun hasilnya tidak maksimal, sehingga berujung pada penutupan TPA oleh warga setempat. Alasannya, pengelolaan amburadul, dan mengakibatkan pencemaran lingkungan yang luar biasa. "Nah sekarang swakelola seperti apa?" ucap Ariyanto.
Sejauh ini, kata Ariyanto, lembaganya tak mendapatkan pemberitahuan resmi dari pemerintah DKI maupun Pemerintah Kota Bekasi. Padahal, seharusnya pemerintah DKI yang harus proaktif mensosialisasikan rencana pengelolaan TPST Bantargebang. "Kota Bekasi jangan dijadikan korban konsep tak jelas," tuturnya. "Ini bicara nasib manusia di TPST Bantargebang."
Ariyanto menambahkan, saat ini perjanjian kerja sama pemanfaatan lahan TPST Bantargebang masih banyak pelanggaran. Sehingga banyak masyarakat di Bantargebang dirugikan. Misalnya, kekurangan air bersih akibat air tanah tercemar, baku mutu air kali di atas ambang normal, dan udara tak layak. "Kalau pengelolaan lebih buruk, tentu saja kami tolak," ucapnya.
Mengenai rencana pemerintah DKI menaikkan uang kompensasi kepada warga Bantargebang, Ariyanto tak mau ikut campur. "Itu murni kebijakan DKI, saya tak bisa ikut campur," kata dia. Ariyanto hanya merasa wajib mengetahui terlebih dahulu konsep-konsep yang dipakai pemerintah DKI dalam mengelola TPST Bantargebang.
Pemerintah DKI Jakarta telah melayangkan surat peringatan ketiga kepada pengelola TPST Bantargebang, yaitu PT Godang Tua Jaya yang join operation dengan PT Navigat Organic Energy Indonesia, karena dianggap wanprestasi pada Selasa, 21 Juni 2016. Karena itu, 15 hari setelah surat itu terbit, pengelolaan Bantargebang diambil alih pemerintah DKI.
Rupanya, di saat hampir bersamaan seratusan warga yang mengaku dari sekitar TPST Bantargebang memblokade pintu masuk TPST tersebut. Walhasil, ratusan truk sampah terpaksa kembali lagi ke Jakarta dengan truk masih berisi sampah. Warga menolak jika aksi itu dikaitkan dengan SP 3, tapi mereka mengakui bahwa aksi bagian dari penolakan rencana swakelola DKI, jika terjadi pemutusan kontrak.
ADI WARSONO