TEMPO.CO, Jakarta - Komite Gabungan Reklamasi Teluk Jakarta memutuskan untuk membatalkan pembangunan proyek reklamasi di Pulau G yang dikembangkan PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land. "Kami putuskan pembangunan Pulau G harus dihentikan dalam waktu seterusnya," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli di kantornya, Kamis, 30 Juni 2016.
Keputusan itu diambil usai rapat koordinasi yang dipimpin Rizal Ramli dan dihadiri Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Pembangunan itu harus dibatalkan lantaran Pulau G masuk kategori pelanggaran berat yang mengancam lingkungan hidup, proyek vital strategis, pelabuhan, dan lalu-lintas laut.
BACA: Heboh Reklamasi: Kalah di Pengadilan, Ini Skenario Baru Ahok
Misalnya, sekitar 300 meter dari Pulau G terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Uap Muara Karang. Pembangkit vital ini memasok kebutuhan listrik di wilayah Jakarta seperti di Bandara Soekarno-Hatta dan Stasiun Gambir. PLTU itu mengandalkan air laut sebagai air baku untuk menghasilkan listrik dan air pendingin mesin pembangkit. Karenanya, jika pembangunan tetap dilanjutkan berpotensi mengganggu pasokan listrik ke Jakarta.
Selain itu, kata Rizal, pembangunan di Pulau G juga akan mengganggu kabel bawah laut yang menghubungkan jaringan nasional dan internasional. Akibat reklamasi di Pulau G ini juga menggangu lalu lintas kapal nelayan. Nelayan jadi kesulitan berlabuh ke Muara Angke. Sebab, yang tadinya nelayan bisa lebih cepat mencapai Muara Angke, kini nelayan harus memutar dulu. "Jadinya ngabisin solar nelayan,"kata Rizal.
BACA: Menang di PTUN, Para Nelayan Girang Reklamasi Dibatalkan
Izin pelaksanaan Pulau G diteken Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada 23 Desember 2014. Berbekal Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 itu, PT Muara Wisesa Samudera membangun pulau reklamasi. Sejak tahun lalu, anak perusahaan Agung Podomoro tu memasarkannya dengan nama Pluit City. Mereka berani memasang iklan di media massa dan media luar ruangan untuk menarik konsumen membeli apartemen dan properti lain di pulau buatan seluas 161 hektare.
Tahun lalu, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Koalisi ini terdiri dari sejumlah organisasi seperti Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.
BACA: Ahok Ngotot Lanjutkan Reklamasi, LBH: Dia Tak Paham Putusan
Mei 2016, Ketua Majelis Hakim PTUN Jakarta Adhi Budi Sulistyo meminta Gubernur DKI Jakarta selaku tergugat mencabut Surat Keputusan 2238/2014 tentang pemberian izin reklamasi pada PT Muara Wisesa Samudera. Hakim Adhi juga memerintahkan pada tergugat untuk mencabut SK itu. Sebab, pihak tergugat tidak mencantumkan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dalam penerbitan izin reklamasi.
Meski kalah di PTUN, Basuki Purnama alias Ahok tetap akan melanjutkan proyek di Teluk Jakarta itu. Menurut dia, putusan PTUN Jakarta itu belum berkekuatan hukum tetap (incracht) karena masuk tahap banding. Kepada wartawan, Ahok menjelaskan yang dinilai salah oleh hakim adalah pemberian izinnya, bukan soal reklamasi. Karena itu bisa saja dicarikan pengembang baru untuk diberi izin reklamasi.
BACA: Kalah di PTUN, 8 'Dosa' Ahok dalam Proyek Reklamasi Pulau G
"Dicabut izinnya, kami proses lagi. Kami tinggal cari yang baru, kami bisa lelang yang baru," katanya. Jika tidak dilelang, menurut Ahok, bisa saja izin diberikan pada badan usaha milik daerah (BUMD) PT Jakarta Propertindo. "Kami bisa pakai PT Jakarta Propertindo," katanya. Penunjukan BUMD tersebut dinilai Ahok tidak menyalahi aturan karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki hak untuk itu.
DEVY ERNIS | UWD
BACA JUGA
Putuskan Masuk Islam, Ini yang Terjadi pada Kepala Gangster
Fotonya Diedit di Facebook, Sarjana India Bunuh Diri