TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Organisasi Pengemudi Seluruh Indonesia (OPSI) dan Dewan Pakar Transportasi Seknas JOKOWI, Peter Yan, menilai pembangunan ring atau simpang susun Semanggi mubazir dan tidak berpengaruh pada kemacetan Jakarta.
Hal ini disebabkan jumlah volume kendaraan sudah tidak tertampung oleh jalan. Selain itu, desain simpang susun Semanggi akan membuat titik jalan menyempit atau bottleneck baru.
Peter hadir dalam acara diskusi publik “Kota Jakarta Milik Kita Semua – Bom Waktu Ring Semanggi” pada Selasa, 12 Juli 2016, sebagai pembicara dari Dewan Pakar Sekretariat Nasional Jaringan Organisasi dan Komunitas Warga (Seknas JOKOWI). “Dari hasil hitungan saya, jika di bottleneck ada 20 mobil yang lewat dengan kecepatan rata-rata 30 kilometer per jam, itu sudah menghabiskan tujuh menit. Bayangkan jika ada 2.000 mobil yang lewat sana, berapa lama?” katanya.
Menurut pria lulusan teknik sipil Jerman ini, ide awal pembuatan lingkar Semanggi adalah menghindari perempatan dengan lampu merah. Namun, seiring pertumbuhan jumlah kendaraan, penumpukan kendaraan pada area bottleneck semakin parah.
Untuk mengatasinya, tiga titik rawan macet, yaitu Bundaran HI, Senayan, dan Indosat, perlu memberlakukan sistem green wave atau gelombang hijau. Lama lampu hijau, merah, dan kuning diterapkan sedemikian rupa agar arus lalu lintas tetap lancar.
Selain itu, solusi terbaik untuk mengatasi kemacetan, menurut dia, adalah memberikan edukasi “satu pintu” kepada masyarakat serta mengikutsertakan masyarakat, terutama pengemudi kendaraan umum, dalam pembuatan kebijakan transportasi di Jakarta. “Masyarakat perlu merasa dirinya menjadi subyek, bukan obyek kebijakan. Jadi terasa bahwa Jakarta itu milik kita,” ujar Peter.
Kepala Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta Yusmada Faizal, yang turut hadir dalam diskusi tersebut, mengakui bahwa konsep lingkaran sudah tidak bisa diberlakukan lagi di jalan arteri karena volume kendaraan terlampau besar. Pemerintah merencanakan pembangunan simpang susun Semanggi setelah melakukan survei selama lima tahun.
“Kementerian PU (Pekerjaan Umum) sejak 2011 sudah mengadakan kajian di Semanggi, Kuningan, dan Senayan. Hasilnya, pertemuan jalur cepat dan lambat (weaving) yang paling membuat macet,” tuturnya. “Rekomendasinya itu membuat jalur langsung (direct ramp) HI-Slipi untuk menghilangkan weaving arah timur-selatan dan arah Blok M-Pancoran untuk arah utara-selatan. Tapi akhirnya kita pilih jalur yang sekarang karena yang macet adalah bagian kolong.”
Simpang susun Semanggi akan terdiri atas dua ruas sepanjang kurang-lebih 800 meter, satu dari arah Cawang ke Bundaran HI dan satu ruas dari arah Slipi menuju Blok M. Pembangunan telah dimulai sejak 8 April 2016 dan diperkirakan selesai pada Agustus 2017.
IDKE DIBRAMANTY YOUSHA