TEMPO.CO, Jakarta - Para orang tua korban vaksin palsu di Rumah Sakit Harapan Bunda menyampaikan keluh kesahnya ke Komisi Nasional Perlindungan Anak. Aliansi orang tua tersebut merasa tidak ditanggapi dengan baik oleh rumah sakit. Mereka ingin rumah sakit bertanggung jawab dan memberikan alur yang jelas terhadap peredaran vaksin palsu, karena vaksin palsu beredar sejak 2003.
RS Harapan Bunda sebelumnya menginformasikan keberadaan vaksin palsu di rumah sakit itu hanya pada Maret-Juni 2016. Desima, 40 tahun, salah satu orang tua, awalnya merasa lega karena anaknya diimunisasi sebelum itu.
Namun, setelah berdiskusi bersama orang tua lain, kekhawatiran muncul kembali karena mengetahui ada orang tua yang membayar vaksin di kasir rumah sakit, bukan membayar secara pribadi melalui suster, namun dinyatakan juga mendapat vaksin palsu.
"Buktikan ke kami alur vaksin itu berapa yang masuk berapa yang keluar. Ke mana, bagaimana. Nomor batch yang masuk yang keluar," ujar Desima, Senin, 25 Juli 2016.
Desima juga meragukan temuan Kementerian Kesehatan tentang vaksin palsu Pediacell yang beredar dengan kode c4777ac. "Kalau yang terpapar hanya Maret-Juni, bagaimana anak saya yang divaksin bulan September, yang divaksin dengan kode yang sama jauh sebelum Maret," ujarnya.
Komnas Perlindungan Anak menyatakan akan menindaklanjuti laporan ini dan mencoba menuntut rumah sakit untuk bertanggung jawab atas peredaran vaksin palsu.
Untuk memperkuat kesaksian, dibutuhkan data yang lebih banyak dari korban. "Harapannya saya bisa mendapatkan data dari para orang tua yang melaporkan ke aliansi," kata Danang, Sekjen Komnas Perlindungan Anak.
AUZI AMAZIA