TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memutuskan untuk menggandeng calon wakil gubernurnya dari kalangan pegawai negeri sipil (PNS) jika maju dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta lewat jalur independen. Ahok mencantumkan nama Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Heru Budi Hartono dalam menggalang dukungan untuk mengumpulkan kartu tanda penduduk.
Namun, nama Heru kian surut pasca-Ahok didukung oleh tiga partai, yakni Partai NasDem, Hanura, dan Golkar. Apalagi belakangan nama Ahok kerap dikait-kaitkan akan melenggang lewat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sehingga posisi Heru kian terpojok.
Menanggapi hal tersebut, Ahok mengatakan menyebutkan selama ini Heru tidak masalah jika nantinya ia batal maju bersama Ahok. Apalagi nama Heru muncul bukan karena keinginan dia sendiri, melainkan atas permintaan Ahok. Ahok menilai Heru bukanlah orang yang haus jabatan.
"Dari dulu Pak Heru juga bukan yang ambisius kok, yang minta jadi cawagub bukan beliau juga, tetapi gara-gara nama Pak Djarot tidak dicantumin gara-gara proses partai," kata Ahok di Balai Kota, Rabu, 27 Juli 2016.
Ahok menuturkan Heru selama ini sepakat apapun keputusan akhir dia. Kalaupun Heru akhirnya ditetapkan sebagai calon wakil gubernur maka ia secara otomatis harus mengundurkan diri dari PNS. "Kalau dalam peraturan (berhenti dari PNS) itu setelah ditetapkan sebagai calon kalau kami sudah mendaftar nanti," kata Ahok.
Secara prinsip, kata Ahok, selama ini Heru mengatakan akan menuruti arahan asalkan Ahok tetap kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta. Selain itu, Heru akan tutup buku menjadi PNS jika Ahok tidak terpilih lagi karena dia yakin tidak akan mendapatkan posisi jika bukan karena Ahok.
"Itu prinsip Pak Heru, 'yang penting Bapak (Ahok) jadi gubernur, kalau enggak jadi gubernur aku berhenti'," kata Ahok menirukan ucapan Heru.
LARISSA HUDA