TEMPO.CO, Jakarta - Dua pengamen korban salah tangkap Kepolisian Daerah Metro Jaya, Andro Suprianto, 21 tahun, dan Nurdin Prianto, 26 tahun, harus menanggung beban fisik dan psikis akibat kejadian salah tangkap. Lewat bantuan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, mereka pun mengajukan gugatan sebesar Rp 1 miliar kepada Polda atas kerugian materiil dan imaterial yang mereka dapat.
"Saya sekarang susah cari kerja. Dulu saya sempat ikut proyek kabel-kabel. Setelah bebas, mereka enggak mau terima saya lagi, padahal saya sudah diputus enggak bersalah," kata Andro saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 3 Agustus 2016.
BACA: Digugat Korban Salah Tangkap, Ini Jawaban Kapolda
Bukan hanya itu, bisnis orang tua Andro pun bangkrut gara-gara penangkapan Andro pada 2013. Sebelumnya, usaha milik Marni, 53 tahun, ibunda Andro, bisa menghasilkan Rp 30 juta per bulan. Namun, sejak anaknya masuk bui, penghasilannya menurun hingga Rp 10 juta.
"Saya sekarang paling bisa menjahit saja, dulu ya masih bisa sambil jualan baju. Sekarang paling jualan sehari dalam seminggu, pas liburan saja," ujar Marni, yang biasa berdagang di daerah Kalibata, Jakarta Selatan.
Penghasilan yang menurun itu pun harus banyak terpakai untuk keperluan Andro di tahanan. Andro mengaku, selama masa penahanan, uang makan dan inap di sel harus dibayar dari kocek sendiri. Uang makan saja bisa Rp 50 ribu per hari, sedangkan uang untuk inap di sel mencapai Rp 100 ribu per hari.
"Untuk uang makan saja, kami menghitung, selama delapan bulan ia ditahan, total kerugian materiilnya mencapai Rp 12 juta," tutur Bunga Siagian dari LBH Jakarta yang mendampingi korban.
Baca: Alasan Pengamen Ini Menggugat Polisi
Andro dan Nurdin diputus tidak bersalah oleh Mahkamah Agung pada 2014. Bahkan, hingga saat ini, Andro dan Nurdin mengaku belum mendapat perawatan khusus untuk luka-luka yang mereka dapat selama pemeriksaan oleh polisi.
Andro, contohnya, mengalami luka pada bahu kanan yang menyebabkan bagian tersebut agak tinggi sebelah. Ia pun tak jarang merasa sakit ketika batuk. Luka di bahunya, kata dia, didapat ketika pemeriksaan oleh tim dari Sub-Direktorat Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya pada 2013.
"Di sini (sambil menunjuk bahu) saya ditendang. Lebih seringnya saya dipukuli di bagian badan," ucap Andro. Andro mengaku alat kelaminnya pernah disetrum polisi. Penyiksaan ini terjadi selama dua hari dua malam hingga akhirnya Andro dan Nurdin dipaksa mengaku sebagai pelaku pembunuhan.
Setelah lepas dari bui dan dinyatakan tak bersalah oleh Mahkamah Agung, kehidupan Andro dan orang tuanya ikut berubah. "Korban dan keluarganya kerap dituduh tidak lurus, diremehkan, juga dihina," kata Bunga.
Dari seluruh kerugian materiil dan imaterial yang dialami Andro dan Nurdin selama masa penahanan hingga usai, LBH Jakarta menghitung totalnya mencapai Rp 1,3 miliar. Saat ini kasus gugatan tersebut sudah memasuki masa persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Andro Supriyanto dan Nurdin Priyanto, dua pengamen asal Cipulir, mengajukan gugatan sebesar Rp 1 miliar terhadap Polda Metro Jaya terkait dengan salah tangkap yang mereka alami dalam kasus pembunuhan. Mereka ditangkap Polda Metro Jaya pada 30 Juni 2013 terkait dengan ditemukannya seorang pengamen bernama Dicky yang tewas di Cipulir, Jakarta Selatan. Hingga mereka dinyatakan tak bersalah dan bebas, pembunuh Dicky masih belum ditangkap.
EGI ADYATAMA