TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan akan kembali melakukan penyitaan di sejumlah lokasi dalam penyidikan kasus korupsi lahan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta senilai sekitar Rp 130 miliar.
“Ya, penyitaan lahan yang dikorupsi, di rumah tersangka bisa. Yang disita bisa dokumen atau barang,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Sardjono Turin ketika dihubungi Tempo hari ini, Rabu, 3 Agustus 2016.
Sardjono menerangkan, rencana penyitaan kembali itu tindak lanjut dari penggeledahan di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Selatan di kawasan Tanjung Barat pada Selasa sore, 2 Agustus. Penyidik menyita setumpuk dokumen berupa surat-surat tanah. Penyidik lantas menginventarisasi dokumen-dokumen itu.
Menurut dia, penyidik masih berfokus pada korupsi lahan negara tersebut. Dua tersangka sudah ditetapkan, yakni Agus Salim, pegawai eselon IV BPN Jakarta Selatan, dan pihak swasta, Muhammad Irfan. Sedangkan mengenai suap yang diduga diterima pegawai BPN akan diusut kemudian. “Masak gratis menerbitkan sertifikat seperti itu?” ujar Sardjono.
Baca: Rapat dengan BPK, Ahok Ungkap Indikasi Korupsi Lahan Rusun
Muhammad Irfan mengaku sebagai ahli waris lahan yang direkayasa, yakni fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) DKI Jakarta di Jalan Biduri Bulan dan Jalan Alexandri RT 08 RW 01, Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Lahan seluas 2.975 meter persegi itu didapatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai kewajiban fasos dan fasum dari PT Permata Hijau pada 1996.
Adapun tersangka Agus Salim adalah Sekretaris Bagian Pengukuran di BPN Jakarta Selatan. Agus Salim bekerja di bawah koordinasi Ketua Tim Pengukuran Adityawarman.
Simak: Sudah Diingatkan, DKI Masih Ngotot Beli Lahan Cengkareng Rp 648 Miliar
Irfan lalu mengajukan permohonan sertifikat ke BPN Jakarta Selatan. Dokumen pun terbit, yang diduga kuat menggunakan lampiran yang sudah direkayasa. Setelah surat tanah terbit, kemudian Irfan menjual lahan itu kepada pihak lain senilai Rp 34 miliar pada 2014. “Dia yang jual lahan dan nampani duit dari swasta,” ucap Sardjono.
Harga itu, menurut Sardjono, jauh lebih murah ketimbang jika mengacu pada nilai jual obyek pajak (NJOP), yakni Rp 40-50 juta per meter persegi.
JOBPIE SUGIHARTO