TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menemukan tokoh utama di balik korupsi lahan Pemerintah DKI Jakarta di Grogol Utara senilai sekitar Rp 130 miliar.
Menurut Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Yovandi Yazid, tersangka Muhammad Irfan hanya orang suruhan yang dibayar untuk mengaku menjadi ahli waris, lalu mengurus surat tanah sebelum menjualnya pada 2014 senilai Rp 36 miliar –bukan Rp 34 miliar seperti berita sebelumnya. Irfan, warga di dekat lahan seluas 2.975 meter persegi yang disabot, diketahui tak memiliki kemampuan finansial untuk mengurus surat tanah.
“Dia sebut nama,” kata Yovandi ketika dihubungi Tempo hari ini, Kamis, 4 Agustus 2016. Namun dia merahasiakan nama tokoh yang sudah dikenal sebagai pemain tanah itu. Sebab, kesaksian tersangka berikut bukti-buktinya masih harus diperdalam. “Orang itu pemain lama, target kami. Banyak main tanah negara.”
BACA: Kasus Korupsi Lahan DKI, Kejaksaan: Ada Pelaku Lain
Yovandi menjelaskan, berdasarkan keterangan Irfan, sudah digelontorkan Rp 5 miliar untuk mengurus lahan di Kelurahan Grogol Utara tadi. Namun Irfan mengaku tak tahu rincian pengeluaran uang untuk mengurus lahan, termasuk berapa rupiah yang mengalir ke pejabat Badan Pertanahan Nasional Jakarta Selatan.
Kejaksaan juga menetapkan pegawai Eselon IV di BPN Jakarta Selatan sebagai tersangka, yakni Agus Salim. Tim penyidik juga telah menggeledah kantor BPN di kawasan Tanjung Barat itu pada Selasa sore, 2 Agustus 2016, dan menyita setumpuk berkas.
Menurut Yovandi, Agus adalah Wakil Ketua Panitia Pemeriksa Tanah A—bukan Sekretaris Bagian Pengukuran seperti diberitakan sebelumnya. “Panitia ini memeriksa fisik dan yuridis lahan di Glogol Utara,” ucapnya.
Lahan lapangan itu adalah fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) DKI Jakarta yang terletak di Jalan Biduri Bulan dan Jalan Alexandri RT 08 RW 01, Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Lahan didapatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari PT Permata Hijau pada 1996 sebagai kewajiban fasos dan fasum.
Irfan mengaku menjadi ahli waris, lalu mengurus dokumen lahan, termasuk memohon sertifikat ke BPN Jakarta Selatan pada 2013. Dokumen pun terbit, yang diduga kuat menggunakan lampiran yang sudah direkayasa. Setelah surat tanah terbit, Irfan menjual lahan itu kepada pihak lain. “Dia yang jual lahan dan nampani duit dari swasta,” ucap Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Sardjono Turin, Rabu, 3 Agustus 2016.
Harga jual Rp 36 miliar pun sangat murah. Jika mengacu pada nilai jual obyek pajak (NJOP), per meter persegi Rp 40-50 juta, sehingga nilainya sekitar Rp 130 miliar.
SIMAK:
Digugat Pengamen Rp 1 M, Kapolda Metro Jaya Menjawab
Banyak Penolakan, Ahok Pakai Istilah Kambing Dibedakin
Sidang Kasus Kopi Sianida, Tiga Tanda Jesica Sulit Dijerat
JOBPIE SUGIHARTO