TEMPO.CO, Jakarta - Lima warga Muara Angke yang tergabung dalam Forum Kerukunan Masyarakat Muara Angke (Forkeman) bersama dua pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mendatangi kantor Luhut Binsar Pandjaitan di Kementerian Koordinator Kemaritiman hari ini, Kamis, 4 Agustus 2016.
Rombongan Forkeman datang sekitar pukul 11.20 dengan mikrolet merah. Mereka datang untuk meminta Luhut, sebagai Menko Kemaritiman yang baru, menghentikan proses reklamasi Teluk Jakarta, seperti yang telah dilakukan Rizal Ramli—Menko Kemaritiman sebelumnya—yang mencabut izin reklamasi Pulau G.
“Menteri Luhut seharusnya bisa menggunakan kewenangan sebagaimana diberikan oleh undang-undang,” ujar pengacara publik LBH, Nikodemus Simamora, selaku kuasa hukum nelayan.
Ia mengatakan, dalam Pasal 20 Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Menteri Koordinator Kemaritiman berwenang mencabut izin pelaksanaan reklamasi jika pelaksanaannya tak sesuai dengan izin yang telah diberikan dan izin lingkungannya dicabut.
Salah satu nelayan yang hadir, Saefuddin, berujar semua nelayan di Teluk Jakarta dan Muara Angke menolak keras reklamasi. Reklamasi, menurut para nelayan, dapat membuat daerah tangkapan ikan menjadi hilang, mengubah rute laut, ikan turut hilang akibat tercemar zat-zat reklamasi, dan air menjadi keruh.
“Kalau ada nelayan yang terima reklamasi, itu hanya segelintir kecil dan itu pun ngaku-ngaku nelayan,” ucapnya.
Pada kedatangan mereka kali ini, para nelayan tersebut membawa kapal-kapal dari kertas warna-warni. Pada kapal kertas tersebut terdapat tulisan “Reklamasi = Membunuh Nelayan”. Kapal ini melambangkan harapan akan keberlangsungan kehidupan mereka sebagai nelayan.
BAGUS PRASETIYO