TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah memastikan akan mundur dari posisi Sekretaris Daerah DKI ketika Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sudah menetapkannya maju dalam pemilihan Gubernur DKI nanti mendampingi calon gubernur dari Gerindra, Sandiaga Uno. Saefullah mengatakan ia sudah rela jika harus diberhentikan dari jabatannya. Menurut dia, apa yang ia lakukan semata-mata hanya untuk mengabdi kepada warga DKI Jakarta.
Dia mengaku pilihannya maju dalam pilgub DKI bisa dijadikan alternatif pilihan warga DKI untuk memilih pemimpin. "Ini, kan, soal alternatif pilihan buat warga. Masak enggak ada alternatif? Kan kasih alternatif warganya, jadi saya bukan mengejar kekuasaan, sama sekali tidak," kata dia di Lapangan Eks Irti, Rabu, 17 Agustus 2016.
Saefullah mengatakan yakin menang jika ia akhirnya maju bersama Sandiaga Uno dalam Pilgub DKI Jakarta sepanjang diperlakukan secara adil. Apalagi, kata dia, Indonesia menganut sistem demokrasi. "Masih ada waktu, ya, kami harus optimistis. Masak main-main? Harus optimistis," tuturnya.
Dia juga menegaskan tidak memberi mahar apa pun kepada partai pengusungnya jika maju dalam pilgub DKI Jakarta 2017. "Saya enggak ada (mahar). Enggak ada uang. Pegawai negeri sipil mana ada uang?" katanya.
Beberapa waktu lalu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pernah menyebutkan dana operasional yang dinikmati Saefullah setiap bulan mencapai Rp 100 juta. Ketika ditanya soal ini, Saefullah membenarkan, tapi dana itu sudah habis untuk keperluan lain, seperti untuk menghadiri undangan pernikahan warga dan menerima proposal bantuan.
"Ada proposal-proposal setiap bulan, ada kondangan. Ada mungkin sisanya berapa gitu dan itu memang digunakan untuk koordinasi-koordinasi Sekda," katanya.
Saefullah memastikan dana operasional Rp 100 juta per bulan itu tak bersisa sehingga tidak ada yang bisa dianggarkan untuk membayar mahar kepada partai. Apalagi, kata Saefullah, dia harus menghadiri undangan warga setiap pekan dengan memberikan santunan sebesar rata-rata Rp 1 juta.
Jika ada sepuluh undangan setiap pekan, ia sudah harus merogoh kocek hingga Rp 10 juta. "Ya, itu sudah habis. Dikali empat minggu, ya, sudah berapa? Belum lagi proposal. Kan banyak kegiatan-kegiatan," ucapnya.
LARISSA HUDA