TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengungkapkan, Basuki Tjahaja Purnama tidak perlu mendaftar ke PDI Perjuangan bila ingin diusung dalam pemilihan kepala daerah DKI 2017. "Ya, tidak harus. Mekanisme sudah beliau lakukan sejak awal," kata Djarot di Balai Kota DKI, Senin, 29 Agustus 2016.
Djarot menyampaikan, Gubernur Jakarta dengan sapaan Ahok itu sebetulnya sudah diusung PDI Perjuangan sejak pemilihan Gubernur DKI 2012. Saat itu, PDIP mengusung kadernya, Joko Widodo sebagai gubernur dan Ahok sebagai wakilnya. PDIP, ujar dia, berkomitmen mengawal terus sampai 2017.
Djarot menjelaskan, sejak diusung pada 2012, Ahok telah melalui mekanisme partai. Selain itu, partai yang diketuai Megawati Soekarnoputri itu memiliki rekam jejak seorang yang diusungnya dan kandidat pemimpin daerah.
"Petahana selalu mendapat evaluasi dari partai, di mana pun juga," katanya. Menurut Djarot, jika hasil evaluasi kurang memuaskan, bisa saja PDIP tidak akan kembali merekomendasikan petahana untuk periode selanjutnya.
Beberapa waktu lalu, Ahok mendampingi Megawati berkunjung ke kantor DPP PDIP di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan tersebut, hadir pula Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan Djarot.
Kepada wartawan, Ahok mengaku Megawati telah memberi sinyal kuat untuk mengusungnya karena berstatus sebagai petahana. "Intinya, sinyal Ibu Mega, dari tiga opsi, Ibu Mega lebih cenderung ke (mendukung) petahana," kata Ahok, Rabu, 17 Agustus 2016.
Ahok mengatakan PDIP belum akan mengumumkan calon yang akan diusung karena harus melewati mekanisme partai. Dia mengklaim, Megawati telah memastikan Ahok tidak perlu melewati serangkaian tahap penjaringan hingga uji kepatutan (fit and proper test).
Namun sejumlah pengurus pusat dan daerah (PDIP Jakarta) menolak Ahok dicalonkan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Mereka malah menawarkan Ahok hanya sebagai wakil gubernur, mendampingi kader PDIP yang menjadi gubernur.
“Ini solusi cerdas untuk membuktikan kebesaran hati Ahok yang katanya hanya mau mengabdi dan tidak mengejar jabatan,” kata Ketua Badan Hukum dan Advokasi Dewan Pengurus Pusat PDIP Arteria Dahlan.
Bila Ahok menjadi wakil, kata Arteria, Djarot Syaiful Hidayat akan diusung menjadi gubernur. Pilihan itu dianggap jauh lebih strategis karena akan mudah menjelaskannya ke kader partai terbawah.
Selain itu, perolehan 28 kursi PDIP lebih banyak daripada tiga partai pengusung Ahok saat ini, yaitu NasDem, Hanura, dan Golkar. “Secara politis, Djarot lebih unggul,” ujar Arteria. “Solusi ini layak dipertimbangkan. Tinggal Ahok bersedia atau tidak.”
Selain simulasi pasangan Djarot-Ahok, beberapa nama kader internal dimunculkan untuk menjadi gubernur pendamping Ahok.
Anggota Badan Pemenangan Pemilu DPP PDIP Masinton Pasaribu mengatakan nama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo masuk simulasi internal tersebut. “Sedang disimulasikan bagaimana baiknya,” kata Masinton.
Menurut Masinton, tawaran PDIP masuk akal karena ketiga nama tersebut, yaitu Djarot, Risma, dan Rudy, sudah sama-sama teruji memimpin daerah. Sedangkan Ahok baru tiga tahun menjabat gubernur. Itu pun, kata dia, menggantikan Joko Widodo yang terpilih menjadi presiden pada akhir 2014.
Simulasi ini, ucap Arteria, sudah dipresentasikan di depan Ketua Umum Megawati. “Beliau mendengar dan mencermati saja. Dia berusaha mengakomodasi semua suara internal,” katanya.
“Opsi ini masih kami lihat perkembangannya. Saya kira simulasi dan bongkar pasang pasangan itu biasa,” kata Andreas Hugo Pareira, Ketua DPP PDIP bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
FRISKI RIANA | INDRI MAULIDAR | LARISSA HUDA