TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kota Jakarta Selatan tengah mendata bangunan di kawasan Kemang yang melanggar peruntukan dan aturan garis sempadan Kali Krukut. Sekitar 300 bangunan di Kemang tergolong melanggar dua aturan tersebut, sehingga wilayah itu selalu banjir jika hujan turun.
Lurah Bangka, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Dedih Suhanda, mengatakan banyak bangunan komersial, seperti hotel, yang melanggar karena menjadikan bantaran kali sebagai lokasi parkir dengan menyemennya. “Tembok pembatas parkiran dengan kali harus dibongkar,” ucapnya kepada Tempo, Senin, 5 September 2016.
Pendataan bangunan yang melanggar mengikuti trase aliran Kali Krukut. Bangunan apa pun tidak boleh berada dalam jarak 20 meter dari pinggir kali. “Kami akan beri surat pemberitahuan sebelum dibongkar,” ujar Dedih.
Baca juga: Heboh Soal Pizza, Inilah 3 Hal Aneh Sekaligus Merisaukan
Kawasan mal dan apartemen Kemang Village, tutur Dedih, melanggar garis sempadan sungai. Superblok yang dibangun Lippo Group itu memanfaatkan bantaran Kali Krukut dekat Jalan Antasari sebagai jalan masuk-keluar kendaraan. Mereka lalu membangun tembok setinggi 5 meter tepat di pinggir kali.
Menurut Dedih, tembok itu juga harus dibongkar karena Pemerintah Kota Jakarta Selatan dengan Balai Besar Ciliwung Cisadane akan menormalisasi Kali Krukut. Kali akan ditanggul dan dikeruk agar tak dangkal.
Dinas Tata Air juga akan menegur Kemang Village karena membelokkan aliran Kali Krukut. Annisah, warga RT 02 RW 03, Kelurahan Cipete Utara, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, menuturkan Kali Krukut di belakang rumahnya dulu tak berbelok. Akibat pembelokan, rumahnya kini berada di bantaran kali dari 20 meter sebelumnya. Puluhan rumah di RT 01, kata Annisah, sudah digusur pengembang untuk dijadikan aliran kali baru.
Pembelokan aliran ini, ucap Kepala Dinas Tata Air Teguh Hendarwan, melanggar aturan dan mengganggu ekosistem. Apalagi, ujar dia, Kali Krukut digunakan sebagai air baku untuk warga Jakarta yang diolah PT PAM Lyonnaise Jaya. “Kami punya peta trase Kali Krukut. Akan dicocokkan ke lapangan,” tuturnya.
Head of Corporate Communication Lippo Danang Kemayan Jati pernah mengatakan Kemang Village bukan bagian penyebab banjir. Lippo, kata dia, membangun tandon air seluas 1,8 hektare di bawah mal untuk menampung luapan Kali Krukut hingga 100 ribu meter kubik. “Prinsipnya, kami membangun untuk mengelola lingkungan,” ucap Danang.
Direktur Indonesia Water Institute Firdaus Ali berujar, sekecil dan sedangkal apa pun alirannya, kali atau sungai tidak boleh direkayasa, karena rekayasa mengganggu prinsip dinamika aliran, baik secara hidrolis maupun estetika. “Kalaupun rekayasa, itu untuk restorasi atau dikembalikan ke kondisi awal, bukan untuk mengikuti kehendak pembangunan komersial,” tuturnya. Pemerintah Jakarta, kata dia, harus tegas memberikan sanksi kepada perekayasa aliran kali.
Selain menyasar bangunan yang melanggar garis sempadan sungai, pemerintah Jakarta mengincar bangunan yang melanggar izin peruntukan. Misalnya rumah tinggal menjadi kafe atau kantor yang menyebabkan kemacetan dan banjir. Audit izin peruntukan ini dilakukan Dinas Penataan Kota DKI Jakarta. “Butuh waktu sedikit lama untuk pendataan,” ucap Kepala Dinas Penataan Kota DKI Jakarta Benny Agus Chandra. “Beda dengan audit pelanggaran garis sempadan sungai yang bisa dilihat secara kasat mata.”
INDRI MAULIDAR
Artikel ini dimuat di Koran Tempo edisi Selasa, 6 September 2016 dengan judul "300 Bangunan Kemang Melanggar Aturan".
Baca juga: Heboh Soal Pizza: Inilah 3 Hal Aneh Sekaligus Merisaukan