TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan dia mau tidak mau harus cuti jika permohonan uji materi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah Pasal 70 ayat 3-a tidak dikabulkan Mahkamah Konstitusi. Undang-undang tersebut mengatur calon petahana wajib mengajukan cuti apabila maju dalam pilkada periode berikutnya.
"Ya, harus cuti, daripada (kena) sanksi (diskualifikasi)," kata Ahok di Balai Kota, Rabu, 7 September 2016.
Namun Ahok tetap mempersoalkan rentang waktu cuti selama empat bulan. Menurut dia, cuti kampanye itu terlalu lama dan memberatkannya. Sebab, dia harus menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai.
Baca: Inilah Kritik Pedas Megawati kepada Ahok
"Kenapa sih ketakutan sama seorang petahana, sehingga harus (cuti) empat bulan? Kenapa enggak satu tahun saja? Kenapa enggak lima tahun saja, enggak boleh kerja si petahana gitu lho," tuturnya.
Ahok mengatakan masyarakat bisa menilai kompetensi melalui tingkat kepuasan masyarakat. Jika kinerja baik, kampanye tidak diperlukan. Sedangkan penyalahgunaan wewenang saat masa kampanye tidak bisa dijadikan alasan memaksa petahana cuti.
Baca: Jika Cuti Kampanye, Ahok Tak Percaya Penjabat Penggantinya
Menurut Ahok, untuk memperkecil peluang penyalahgunaan wewenang, bukan dengan cara memaksa calon petahana cuti, melainkan melalui pembuktian terbalik harta pejabat. "Jadi, kalau jadi pejabat, kamu harus bisa membuktikan harta kamu, biaya hidup kamu, dan pajak yang kamu bayar sesuai atau enggak? Itu kuncinya, saya tanya anggota DPR, berani enggak seperti itu?" tuturnya.
Ahok mengatakan dia ingin UU Pilkada di Indonesia mengacu pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006, yang merupakan hasil ratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Undang-undang tersebut mengacu pada tindakan melawan korupsi, yang isinya, jika ada penambahan kekayaan dan tidak bisa membuktikan asal-usulnya, pejabat tersebut dinyatakan korupsi.
Baca: Alasan Ahok Tetap Ngotot Tak Cuti Kampanye
Jika undang-undang tersebut diberlakukan di Indonesia, kata Ahok, pekerjaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan jadi lebih mudah. "Capek KPK harus tangkap tangan, tangkap tangan aja galak masih mau fitnah saya kemarin," tuturnya.
LARISSA HUDA
Baca Juga:
Misteri di Balik Curhat Risma kepada Mega
Kasus Reklamasi, Aguan Akui Pernah Protes ke Ahok Soal NJOP