TEMPO.CO, Jakarta - Sidang ke-22 kasus kematian Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso kembali dilangsungkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini, Senin, 19 September 2016.
Saksi ahli yang didatangkan kuasa hukum Jessica, Dewi Taviana Walida, sempat dicecar oleh jaksa penuntut umum dan hakim. Jaksa lebih banyak mencecar keterangan Dewi, ahli psikologi dari Universitas Indonesia, yang menyebut bahwa keterangan saksi ahli psikologi dari jaksa penuntut umum, Antonia Ratih Andjayani, tidak etis.
Jaksa mencecar Dewi setelah dia berpendapat bahwa hasil pemeriksaan psikologis Jessica oleh Antonia Ratih Andjayani sejatinya tidak pantas dibuka ke publik, kecuali diizinkan oleh hakim.
Seusai persidangan, Kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan, mengatakan bahwa saksi yang didatangkan sudah cukup menjelaskan cacat di dalam pemeriksaan psikologi Jessica. Walaupun tidak memeriksa Jessica langsung, dia menilai saksi sudah cukup menjelaskan. "Ini kan second opinion. Wajar saja (tak periksa langsung)," kata Otto.
Dewi adalah saksi ahli kedua yang didatangkan oleh Kuasa Hukum Jessica. Selain ahli psikologi, mereka juga telah mendatangkan ahli toksikologi, ahli patologi kimia, dan ahli digital forensik.
Baca:
Soal Pemeriksaan Psikologis Jessica, Ahli: Peneliti Bingung
Sidang Pembunuhan Mirna Kembali Hadirkan Saksi Ahli Jessica
Kenapa Saksi Ahli Sebut Tangan Jessica Mirip 'Nenek Lampir'?
Dalam persidangan, tim jaksa penuntut umum mempersoalkan pernyataan Dewi yang melemahkan penjelasan Ratih. "Apakah saudara tahu bagaimana aturan persidangan dan menurut Saudara itu melanggar kode etik. Dan apakah saudara tahu itu aturan KUHAP bahwa kompetensi Anda itu ahli psikologi bukan ahli hukum," kata salah satu jaksa.
Ratih tetap berpegang pada pandangannya bahwa hasil pemeriksaan tak seharusnya dibeberkan ke publik. Pasalnya, hal itu bisa membuat persepsi yang berbeda di masyarakat (judgement by media).
Pada saat persidangan, Dewi membawa slide show yang mencatumkan analisanya pada kasus Jessica. Saat diminta menjelaskan lebih detail terkait analisanya, Dewi mengatakan, "Balik lagi ke perilaku. Ini, kan orang tidak punya niat saja bisa membunuh. Semua bisa kemungkinan, itu teorinya," kata Dewi.
Populer:
Menonton Mario Teguh di TV, Ini yang Dirasakan Kiswinar
KPK Sebut Kasus Irman Gusman Sangat Tercela, Ini Sebabnya
Kantongi 3 Suara Parpol, Yusril Pede Aja Maju di Pilkada DKI
Babak Pertama, Watford Kejutkan Manchester United 1-0
Hakim pun ikut mencecar pandangan dari Dewi. Jawaban tadi mendapat kritik keras dari salah satu anggota Majelis Hakim, Binsar Gultom. "Jadi ini soal hasil analisa perilaku terdakwa, saya katakan tidak nyambung," kata Binsar. Penjelasan Gultom mendapat sorakan dari penonton. Ketua Majelis Hakim Kisworo sigap meminta hadirin tenang di dalam ruangan sidang.
Wayan Mirna Salihin meninggal setelah meminum es kopi Vietnam di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada Januari lalu. Mirna diduga dibunuh dengan cara diracun menggunakan sianida melalui kopi yang ia minum. Jessica Kumala Wongso, teman Mirna yang saat itu ada di lokasi, menjadi terdakwa pembunuh Mirna.
EGI ADYATAMA