TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mengatakan warga Kampung Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, kerap mendapatkan intimidasi dari Pemerintah Provinsi dan kepolisian menjelang perkampungan mereka digusur pada Rabu 28 September 2016.
“Kami menilai, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan penggusuran secara paksa yang mana tidak memenuhi seluruh kewajibannya sebelum menggusur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ekosob,” kata Citra Referandum dari LBH Jakarta, dalam siaran persnya, Selasa 27 September 2016.
Dari data yang dihimpun oleh LBH, setidaknya ada lima pelanggaran yang dilakukan sebelum penggusuran. Pertama, warga merasa mengalami intimidasi dari aparat pemerintah dan kepolisian. Hampir setiap hari ada aparat dan polisi berkeliling di kampung.
Kedua, ada upaya paksa dari aparat pemerintah dan kepolisian memaksa warga mengambil rumah susun. Selanjutnya, ada juga keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam proses penggusuran ini.
“LBH Jakarta mendesak TNI maupun Polri tidak ikut ambil bagian dalam proses penggusuran paksa karena keterlibatannya telah melewati wewenang yang diatur dalam Undang-Undang TNI maupun Undang-Undang Polri," kata Citra.
Selain itu, LBH juga menemukan warga yang memilih untuk pindah ke rumah sewaan dihalang-halangi oleh aparat pemerintah setempat. Penduduk justru dipaksa untuk memilih rumah susun.
LBH juga menilai penggusuran ini menunjukan pemerintah yang tidak menghormati proses peradilan yang sedang berlangsung di PTUN dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Gara-gara berbagai intimidasi yang terjadi, Citra menyebut warga Bukit Duri mengalami tekanan. Pantauan LBH Jakarta, warga Bukit Duri tidak akan melawan petugas dan akan bersikap damai saat penggusuran terjadi, esok.
"LBH Jakarta mengecam keras bentuk-bentuk tindakan intimidasi yang terjadi. Hal ini memperlihatkan justru pemerintah dan aparat keamanan yang melakukan tindakan-tindakan meresahkan," ujar Citra.
EGI ADYATAMA