TEMPO.CO, Bekasi - Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Kota Bekasi, Jawa Barat, menagih janji DKI Jakarta ihwal perjanjian kerjasama pemanfatan lahan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Bantargebang sejak 2009 lalu.
"Jangan hanya PHP (pemberi harapan palsu)," kata Sekretaris Komisi A DPRD, Kota Bekasi, Solihin di sela pertemuan dengan Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Saefullah di gedung DPRD Kota Bekasi, Kamis, 6 Oktober 2016.
Solihin menuding kewajiban DKI Jakarta tentang pemanfaatan lahan TPST Bantargebang belum dilaksanakan. Akibatnya, warga yang bermukim di sekitar lahan pembuangan akhir itu menjadi korban. Baik secara lingkungan maupun sosial akibat masih buruknya pengolahan sampah di sana.
"Air tanah sudah terkontaminasi, sehingga tak bisa dikonsumsi," kata Solihin.
Menurut dia, saat ini ada sekitar 7.000 ton sampah dari Jakarta dikirim ke Bantargebang. Padahal, janjinya hanya sekitar 2.000 ton per 2016. Hal ini dikarenakan program pembangunan Intermediate Treatment Facilities (ITF) di Jakarta tak berjalan mulus.
Baca Juga:
"Dampaknya sampah yang dikirim ke Bantargebang semakin bertambah," kata Solihin.
Solihin menambahkan, sampai sekarang warga di tiga kelurahan yang terkena dampak akibat adanya TPST Bantargebang belum mendapatkan hak-haknya. Ia mewanti-wanti agar Jakarta peka dengan masalah yang ada di wilayah seperti Kelurahan Ciketing Udik, Sumurbatu, dan Cikiwul. "Jangan sampai warga di sana bergejolak," kata dia.
Ia juga meminta DKI Jakarta memberikan jaminan kesehatan terhadap warga di sana. Berdasarkan catatan dinas kebersihan, sebanyak 18 ribu kepala keluarga bermukim di sekitar TPST Bantargebang. Selama ini, mereka hanya mendapatkan uang kompensasi bau sebesar Rp 100 ribu per bulan.
"Jangan cuma pemulung dan PHL(Pegawai Harian Lepas), warga juga dapat jaminan kesehatan," kata dia.
Selain itu, DPRD Bekasi juga meminta agar DKI membangun rumah susun di sekitar TPST Bantargebang, sehingga warga maupun para pekerja di TPST mendapatkan fasilitas tempat tinggal yang layak. Soalnya, keberadaan mereka cukup vital demi keberlangsungan operasional TPST Bantargebang.
Ihwal rencana DKI Jakarta menggunakan jalur Jatiasih sebagai akses ke TPST, Solihin meminta kebijakan itu ditahan dulu. Infrastuktur pendukung belum memadai, karena jalan dianggap masih sempit, sehingga rawan terjadi kemacetan. "Infrastrukturnya belum siap," ujar Solihin.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengatakan, Pemprov DKI baru mulai menangani TPST Bantargebang. Alasannya, DKI baru selesai melakukan transisi usai take over dari pengelola yaitu PT Godang Tua Jaya join PT Navigat Organic Energy Indonesia. "Sampah ini menjadi prioritas pertama yang harus diselesaikan," katanya.
Adapun mengenai tuntutan DPRD Kota Bekasi, pihaknya akan menyelesaikan secara bertahap. Ada tiga kewajiban yang akan diselesaikan tahun ini seperti penghijauan, pembuatan tempat cuci mobil sampah, dan pembuatan sumur artesis. Pemerintah akan menggunakan dana pertanggung jawaban perusahaan di DKI Jakarta.
"Kalau MoU yang baru selesai, kami akan bedah, dan membuat jadwal penyelesaian," kata dia. Perjanjian kerja sama yang baru diperlukan karena terdapat kewajiban pengelola sebelumnya. Perjanjian baru akan mencakup semuanya, dan ada beberapa tambahan seperti jalur jatiasih, dimana DKI telah memberikan hibah untuk pelebaran jalan.
Mengenai usulan rumah susun sewa, pihaknya akan membicarakannya lebih lanjut dengan internal pemerintahnya. Sementara, rencana pembangunan ITF atau pengolahan sampah modern, pemerintah mempunyai dua skema yaitu menggunakan APBD murni serta menggandeng pihak swasta.
ADI WARSONO