TEMPO.CO, Jakarta - Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia memperlihatkan pasangan calon inkumben Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dikalahkan penantangnya jika pemilihan kepala daerah DKI 2017 dilangsungkan saat ini.
"Ini warning untuk inkumben," kata peneliti dari LSI, Ardian Sopa, di kantor LSI, Jakarta Timur, Jumat, 7 Oktober 2016. Sopa mengatakan pertarungan antar-pasangan calon dalam pilkada DKI 2017 potensial berlangsung dua putaran.
Dalam putaran pertama, kata dia, Ahok-Djarot akan unggul dan lolos ke putaran kedua. Namun, ketika head to head pada putaran terakhir itu, survei LSI menyatakan pasangan itu akan kalah jika berhadapan dengan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. "Pasangan Ahok-Djarot mendapatkan 32,1 persen dan pasangan Anies-Sandi 38 persen," ujarnya.
Sopa mengatakan hasil serupa berlaku jika pasangan Ahok-Djarot berhadapan dengan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni. Sebanyak 31,9 persen akan memilih pasangan inkumben, sedangkan Agus-Sylvi mendapat dukungan suara 35,1 persen.
Baca:
Bank Indonesia Teliti Uang Dimas Kanjeng, Hasilnya Adalah...
Gatot Brajamusti, Aspat, dan Seks 'Threesome' di Padepokan
Dituding Minta Mahar Rp 10 T ke Ahok, PDIP Lapor Polisi
Menurut Sopa, ada empat alasan pasangan Ahok-Djarot kalah ketika head to head. Salah satunya adanya perpindahan dukungan. Jika Agus-Sylvi gagal melaju ke putaran kedua, pendukung mereka lebih banyak mengalihkan dukungan ke Anies-Sandi dengan persentase 64,3 persen. "Pendukung Agus yang pindah ke Ahok 14,3 persen," tuturnya.
Dia mengatakan simulasi head to head Ahok-Djarot dan Agus-Sylvi akan membuat pendukung Anies sebesar 59,1 persen beralih ke Agus. Sedangkan yang pindah mendukung Ahok hanya 8,6 persen.
Alasan kedua, dia menyebutkan, Anies dan Agus unggul dalam kategori pemilih muslim. Ahok-Djarot hanya mendapat dukungan dari pemilih muslim 28,9 persen jika berhadapan dengan Anies-Sandi, yang mendapat 40,3 persen. Ahok-Djarot juga kalah suara (28,4 persen) dari Agus-Sylvi, yang unggul pemilih muslim sebesar 37,4 persen.
Sopa melanjutkan, alasan ketiga Ahok-Djarot kalah pada putaran kedua adalah jumlah pemilih non-Cina lebih besar. Survei menunjukkan pemilih yang tidak ingin gubernur dari etnis Tionghoa meningkat dari 30 persen pada Maret 2016 menjadi mendekati 50 persen pada bulan ini.
Alasan terakhir, Sopa menyatakan, membesarnya sentimen anti-Ahok terkait dengan kebijakan dan kepribadiannya meningkat dari angka 25 persen pada Maret lalu menjadi 38,6 persen pada Oktober.
Sopa mengaku tidak bisa menentukan satu dari keempat faktor tersebut yang paling dominan menjadi alasan Ahok-Djarot bisa kalah pada putaran kedua. Namun, bila dipaksakan, dia menyatakan faktor paling kuat adalah sentimen agama. "Makanya kami state Ahok dikalahkan isu agama. Soal kebijakan ada, tapi porsinya tidak besar," katanya.
FRISKI RIANA