TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta kembali mengangkat wacana program basmi tikus di Jakarta setelah Wakil Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat berencana membayar Rp 20 ribu untuk setiap bangkai tikus yang ditangkap penduduk.
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama mengapresiasi langkah itu dan masih mengkaji mekanismenya. "Itu, kan, baru rencana Wagub (Djarot), nah itu lagi dimatangkan," katanya di Balai Kota pada Rabu, 19 Oktober 2016. Ahok mengatakan nantinya program itu akan dilakukan sekali secara serentak. "Kalau terus-menerus nanti orang pelihara tikus."
Menurut Ahok, jumlah tikus di Jakarta sudah sangat banyak. Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ahok mendapati air kencing tikus dapat membuat orang jatuh sakit. Apalagi saat musim hujan, ketika Jakarta sering terendam.
Program ini diharapkan bisa dijalankan sekali saja. Agar tidak dimanfaatkan orang, kemudian dipelihara dan diperjualbelikan. "Bukan berarti setiap hari, nanti lu pelihara tikus, lu jual," ucapnya.
Dia juga menampik anggapan gerakan tangkap tikus sebagai bentuk kampanye Ahok-Djarot untuk pilkada DKI Jakarta 2017. Wakil Gubernur Djarot juga menampik kabar tersebut. Menurut dia, gerakan tangkap tikus dicanangkan agar Jakarta bersih. "Ini soal kebersihan kota," kata Djarot.
Djarot menjelaskan, selama ini di Jakarta rantai ekosistem tikus telah rusak, sehingga jumlahnya semakin banyak tanpa ada predator yang memangsanya. Sebab, kebanyakan kucing di Ibu Kota justru takut terhadap tikus.
Kata dia, seharusnya populasi tikus bisa dikendalikan dengan cara memperbanyak predator ular, burung hantu, dan kucing. Tapi itu tidak bisa dilakukan di Jakarta. Berbeda dengan di desa karena habitat ular dan burung hantu masih ada.
Karena itu, ia akan memberlakukan gerakan tangkap tikus. Ia menghargai tikus dengan nilai Rp 20 ribu per ekor. Nanti pemerintah DKI akan mengambil anggaran dari dinas terkait. Pihaknya juga sedang menyiapkan mekanisme dan prosedur penanganan bangkai tikus nantinya.
AVIT HIDAYAT