TEMPO.CO, Tangerang - Pelaku penyerangan polisi, Sultan Azianzah, tidak begitu dikenal warga di kampung tempat tinggalnya di Kelurahan Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang, Banten. Sultan hanya mendompleng tinggal di rumah kakaknya.
Baca: Kapolsek Tangerang Diserang, Ditemukan Stiker ISIS di Pospol
Menurut Ketua RT 04/02 Muhidin, selain pendiam, Sultan juga jarang berada di rumah. Dia mengatakan dua orang kakak Sultan bekerja sebagai anggota kepolisian. Seorang kakaknya lagi menjadi petugas satuan pengaman di Bandara Soekarno-Hatta. Sultan bekerja sebagai apa, Muhidin tidak tahu. “Punya pekerjaan di luar,” kata Muhidin, Kamis, 20 Oktober 2016.
Tidak satu pun warga yang tahu aktivitas Sultan di luar rumah. Warga juga tidak tahu apakah Sultan menjadi anggota Jamaah Daulah Islamiyah. “Kami jarang lihat dia di rumah meskipun sudah tinggal lama di sini, sekitar lima tahun,” ujar Muhidin.
Salah seorang tetangga rumah tempat kediaman Sultan, Doni, mengatakan orang tua Sultan berada di Palembang. Doni juga tidak pernah tahu aktivitas Sultan. Doni bahkan tidak tahu nama-nama penghuni di rumah sederhana bercat krem dengan pekaranganya cukup luas itu. “Saya pernah dengar dia dua kali gagal masuk sekolah polisi,” ucap Doni.
Simak juga: Begini Kronologi Penyerangan Kapolsek Tangerang
Pada Kamis pagi, 20 Oktober 2016, sekitar pukul 07.10 WIB, Sultan melakukan penyerangan di Pos Pol Kawasan Pendidikan Cikokol, di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Tangerang. Tiga anggota Polri menjadi korban.
Mereka adalah Kepala Kepolisian Sektor Tangerang (Banteng) Komisaris Efendi, Kepala unit Pengendalian Massa Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota Iptu Bambang Haryadi. Ketiganya menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Siloam Karawaci. Adapun Sultan saat ini dalam kondisi kritis setelah tubuhnya diterjang peluru polisi.
AYU CIPTA