TEMPO.CO, Tangerang - Kantor Cabang Utama PT Angkasa Pura II (AP II), selaku pengelola Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, telah melakukan penelusuran terhadap dugaan bisnis ilegal sampah yang "mengalir" di sekitar bandara.
Berdasarkan hasil penelusuran, ditemukan fakta bahwa sampah yang menumpuk di Selapajang, Kota Tangerang, berasal dari bandara dan luar bandara. "Lahan tempat pembuangan sampah memang di atas lahan milik Angkasa Pura II, tapi tidak semua sampah dari bandara," ujar Maintenance Executive Manager Bandara Soekarno-Hatta Slamet Samiadji kepada Tempo, Rabu, 16 November 2016
Lokasi yang kini menjadi tempat pembuangan sampah liar itu, menurut Slamet, dikelola warga setempat. "Siapa saja mereka, masih dalam pemeriksaan internal kami," katanya.
Slamet juga belum bisa memastikan apakah ada orang dalam yang terlibat dalam bisnis sampah bandara itu. Menurut dia, lokasi pembuangan sampah yang berada di belakang bekas gedung BNP2TKI itu sudah beberapa kali ditertibkan.
Dari menutup dan mengecor pintu masuk, sampai memasang barrier di pintu masuk. "Tapi selalu dijebol, dan sampah kembali menumpuk," katanya.
Tempo yang mendatangi lokasi pembuangan sampah liar itu mendapati tumpukan sampah yang menggunung di atas lahan seluas dua hektare. Puluhan pemulung terlihat mengais gunungan sampah yang sudah membusuk itu.
Menurut Sulaiman, tukang pres sampah di lokasi itu, tempat tersebut sudah lama dijadikan aktivitas pembuangan sampah. "Sampah datang dari bandara dan PIK (Pantai Indah Kapuk)," katanya.
Sulaiman mengatakan ada puluhan truk sampah setiap harinya mendarat di Selapajang. Sejumlah sumber Tempo yang mengetahui bisnis ilegal sampah bandara itu mengungkapkan, sampah dari dalam bandara dijual ke daerah sekitar bandara, meliputi Belendung, Selapajang, Teluk Naga, Bojong Renged, dan Rawa Rengas, dengan harga Rp 500 ribu-Rp 800 ribu per truk.
"Ini sudah berlangsung sejak 1990. Banyak orang bergantung hidup dari sampah bandara," kata bekas mandor sampah bandara ini.
JONIANSYAH HARDJONO