TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta, Soni Sumarsono, berencana menaikkan biaya operasional ketua rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) se-Jakarta.
”Konsep ke depan dinaikkan. Beri saya ruang untuk konsultasi dengan pihak terkait. Kami enggak boleh putuskan sendiri. Secara pribadi, saya setuju saatnya dinaikkan. Insya Allah angkanya digenapkan,” kata Soni saat melakukan kunjungan ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jumat, 9 Desember 2016.
Rencana kenaikan itu bermula dari usul seorang warga Pulau Pramuka bernama Ayub. Dia berharap pemerintah menambah honor ketua RT/RW agar kinerjanya meningkat.
Saat ini, biaya operasional bagi ketua RT adalah Rp 975 ribu. Sedangkan ketua RW sebesar Rp 1,2 juta. Soni menyampaikan bahwa angka tersebut nantinya akan digenapkan. “Kenaikannya paling enggak Rp 1,5 juta untuk RT, dan Rp 2 juta untuk RW,” kata dia.
Soni menuturkan, rencana kenaikan biaya operasional tersebut sebelumnya pernah disampaikan Wakil Gubernur DKI Jakarta nonaktif Djarot Saiful Hidayat pada tahun lalu.
Saat itu, menurut Soni, dirinya pernah memanggil Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, selaku gubernur, untuk meminta penjelasan mengenai keluhan yang disampaikan RT/RW tentang aplikasi Qlue.
Panggilan itu akhirnya diwakilkan oleh Djarot. Sedangkan Soni ketika itu sedang aktif menjadi Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri.
Djarot, kata Soni, melaporkan bahwa ada konsep untuk menaikkan biaya operasional ketua RT/RW. Menurut Soni, usul kenaikan tersebut nantinya bisa dianggarkan kembali dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan DKI 2017. Sebab, katanya, anggaran kenaikan ketua RT/RW untuk tahun depan belum dimasukkan ke perencanaan karena belum ada yang mengusulkan.
Rencananya, Soni akan berkonsultasi lebih dulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI untuk meminta persetujuan kenaikan biaya operasional. Menurut dia, tambahan biaya itu tidak akan memakan banyak anggaran.
Selain itu, dia akan tetap mempertahankan konsep RT/RW sebagai pengabdian kepada masyarakat sehingga tidak perlu menetapkan upah minimum layaknya seorang pekerja.
”Implikasinya hanya Rp 18 miliar. Enggak sampai Rp 20 miliar. Itu kecil untuk sebuah tujuan besar yang ditangani RT/RW,” ucap Soni.
FRISKI RIANA