TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta membatalkan rencana pembelian lahan eks kantor Kedutaan Besar Inggris tahun ini. Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Djafar Muchlisin mengatakan pembatalan itu dilakukan lantaran lahan seluas 5.000 meter persegi itu masih tersangkut tunggakan pembayaran sewa.
”Kami putuskan tahun ini tidak jadi beli lahan tersebut,” kata Djafar saat dihubungi, Jumat, 9 Desember 2016. Lahan ini terletak di kawasan strategis Bundaran Hotel Indonesia di Jakarta Pusat.
Djafar menjelaskan, keputusan tersebut dibuat setelah instansinya meminta penjelasan Badan Pertanahan Nasional soal status lahan itu. Lahan yang berlokasi di area Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, itu digunakan atas Sertifikat Hak Pakai berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria Nomor 940/ka tertanggal 13 Desember 1940. Sertifikat itu lalu didaftarkan pada 30 November 1961.
Dalam sertifikat tersebut, Djafar mengatakan Kedutaan Besar Inggris wajib membayar sewa Rp 63.984 per tahun sejak sertifikat terbit. Nilai sewa itu akan dievaluasi setiap 10 tahun sesuai dengan nilai jual obyek pajak yang sedang berlaku. “Kami masih mempelajari kewajiban pembayaran sewa ini,” ucapnya.
Rencana pembelian lahan eks kantor Kedutaan Besar Inggris muncul sejak 2013. Gubernur nonaktif Basuki Tjahaja Purnama—saat menjabat wakil gubernur—ingin mengubah lahan itu menjadi taman. Nilai lahannya diperkirakan mencapai Rp 500 miliar.
Setelah lahan dibeli, pemerintah DKI Jakarta ingin memindahkan pos polisi yang berada di sekitar lahan itu ke Jalan Sutan Syahrir untuk membuat ruang terbuka hijau menjadi lebih luas. Selain itu, lokasi ini akan dijadikan kantor pusat kendali moda transportasi mass rapid transit (MRT).
Menurut Djafar, pembelian lahan hanya bisa dilakukan setelah Kedutaan Besar Inggris melunasi kewajibannya. “Anggarannya berasal dari APBD 2017 Perubahan,” kata Djafar.
LINDA HAIRANI