TEMPO.CO, Tangerang-Sebanyak 450 kepala keluarga yang tinggal di lahan eks perkebunan Kelurahan Bencongan, Kabupaten Tangerang menolak rencana pembangunan apartemen yang akan menggusur permukiman mereka.
Sebagai bentuk perlawanan, warga penggarap lahan eks Direktorat Jenderal Perkebunan seluas 14 hektare itu memasang spanduk protes dan penolakan. Mereka juga mengadu ke Komisi Nasional Hak Azasi Manusia karena merasa diintimidasi polisi dan pemerintah daerah.
"Kami akan berjuang mempertahankan hak kami dengan cara apapun," ujar Ketua I Paguyuban Bina Mitra Warga Penggarap Kaveling Perkebunan, Suryanto, kepada Tempo, Senin 12 Desember 2016
Menurut Suryanto warga mencurigai klaim pengembang atas kepemilikan lahan yang telah mereka tinggali selama 30 tahun itu penuh rekayasa antara pengembang dan aparat pemerintahan. "Pengembang mengklaim telah membeli lahan yang kami tempati, tapi tak bisa menunjukkan dokumen, titik lokasi dan batas lahannya," kata dia.
Suryanto mencurigai Pemerintah Kabupaten Tangerang berpihak kepada pengusaha karena proses sebagian izin pembangunan apartemen telah mereka keluarkan. "Padahal dokumen tanah yang diklaim pengembang sangat meragukan," kata Suryanto.
Sengketa lahan garapan tersebut bermula pada awal 2012. PT Satu Stop Sukses milik pengusaha Kismet Chandra mengklaim telah memiliki 6,6 hektare dari 14 hektare lahan garapan kaveling perkebunan. Padahal sekitar 1.500 penduduk menempati 221 kaveling tanah itu sejak 1985.
Namun Kismet mengklaim telah membeli sebagian tanah yang ditempati warga. Sejak 2013 pengembang itu bahkan telah mengantongi izin prinsip, izin lokasi, site plan dan analisa dampak lingkungan (amdal) dari Pemerintah Kabupaten Tangerang.
Menurut Suryanto warga penggarap telah menelusuri dokumen serta asal-usul lahan. Hasil penelusuran menyatakan bahwa sejak 1964 belum ada secuil pun dari lahan 14 hektare itu yang telah diperjualbelikan kepada pihak manapun. "Hal ini kami buktikan dan konfirmasi langsung ke Direktorat Jenderal Perkebunan,"katanya.
Suryanto berujar, berdasarkan aturan, warga penggarap bisa memiliki lahan itu dengan mengajukan kenaikan hak tanah menjadi hak milik ke Badan Pertanahan Nasional. "Ditjen Perkebunan selaku pemilik lahan juga sudah melepaskan tanah yang tak tergarap itu," katanya.
Warga mensinyalir pemerintah daerah ikut campur tangan dalam sengketa lahan dengan aktifnya Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang Iskandar Mirsad dan Camat Kelapa Dua Yayat Rohiman yang meminta warga menerima dana kerohiman dan angkat kaki dari lokasi itu.
Bahkan, pada 2013 tiga kali upaya eksekusi lahan itu gagal dilakukan karena warga menghadang. "Dari 700 hingga 1.500 personil aparat mengepung kami, tapi kami melawan," kata Suryanto.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang Iskandar Mirsad membantah berpihak kepada pengembang. "Izin kami keluarkan karena semuanya memenuhi persyaratan," kata Iskandar.
Iskandar tak memungkiri bahwa Pemerintah Kabupaten Tangerang telah mengeluarkan izin lokasi, izin prinsip, site plan dan amdal pembangunan apartemen. Alasannya, apartemen itu sesuai dengan tata ruang wilayah. "Semua dokumennya jelas dan clear," kata Iskandar.
Pihak pengembang, ujar Iskandar, tinggal menunggu Izin Mendirikan Bangunan dari Pemerintah Kabupaten Tangerang. "IMB kami keluarkan menunggu proses lahan selesai dulu," ucapnya.
JONIANSYAH HARDJONO