TEMPO.CO, Jakarta - Naman Sanip, 52 tahun, seorang yang didakwa sebagai penghadang kampanye Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menampik tuduhan yang menyebutnya sebagai komandan demonstran. Naman mengaku tak mengenal dengan massa demonstran yang menghadang Djarot.
Naman awalnya berniat untuk memprotes Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang akan datang ke Kembangan Utara, Jakarta Barat. Dia mendengar informasi itu dari tetangganya. “Saya merasa bersalah, karena yang saya ajak bicara bukan Pak Ahok, saya mohon maaf ke Pak Djarot,” kata Naman saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Selasa, 20 Desember 2016.
Naman menceritakan justru yang datang ke tempat kampanye adalah Djarot. Di tempat itu ia melihat sekelompok orang membentangkan spanduk penolakan. Djarot menghampiri demonstran itu. Namun saat Djarot menanyakan tujuan mereka demonstrasi, massa itu terdiam. Kemudian Naman keluar dari kerumunan dan dia ketemu Djarot.
Baca: Terdakwa Penghadang Kampanye: Djarot Satu Grup dengan Ahok
"Waktu demo, saya nanya siapa komandannya, mereka pada diam, justru terdakwa yang muncul menemui saya," kata Djarot menceritakan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Jumat, 16 Desember. Kata dia, Naman mendekat ke arah Djarot dan bersalaman. Dia menyampaikan aspirasinya kepada Djarot. "Itu dia orang ksatria, karena ada pelaku lain (penghadangan) di Petamburan yang masih DPO."
Kuasa hukum Naman, Abdul Haris Makmun memprotes dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut hukuman penjara tiga bulan dengan masa percobaan enam bulan. Menurut dia, Naman bukanlah komandan demonstran tersebut. “Posisi Ustad Naman bukan di depan, Djarot mendekati kerumunan, jadi sangat tidak benar tuntutan itu,” ucap dia.
Simak: Keluarga Djojodigdo Sumbang Rp 45 Juta untuk Ahok-Djarot
Sebelumnya, Jaksa penuntut umum Reza Murdani menuntut hukuman tiga bulan penjara dengan masa percobaan enam bulan kepada terdakwa pengadang kampanye calon wakil gubernur Djarot Saiful Hidayat, Naman Sanip, 52 tahun. Naman mengadang Djarot di Kembangan, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu. "Perbuatan terdakwa mengganggu kampanye Djarot," kata Reza saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin, 19 Desember 2016.
Reza menilai Naman melanggar Pasal 187 ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Dalam pasal tersebut menyebutkan terdakwa bisa dijerat dengan hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama enam bulan, atau denda paling sedikit Rp 600 ribu dan paling banyak Rp 6 juta.
Namun Reza memilih memberikan tuntutan ringan, yakni mengikuti masa percobaan enam bulan saja. Jika dalam kurun waktu enam bulan ke depan Naman berbuat tindak pidana, dia wajib menjalani hukuman 3 bulan penjara. Tuntutan ini lebih ringan karena Djarot memaafkan tindakan Naman.
AVIT HIDAYAT