TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan kepolisian membolehkan masyarakat meneriakkan 'om telolet om'. Namun dia mengimbau mereka jangan sampai mengganggu ketertiban berlalu lintas.
“Bagi fenomena ini dipersilakan tapi ada edukasi jangan sampai keras (suara klakson), jangan sampai mengganggu,” kata Martinus di kantornya, Jumat, 23 Desember 2016.
Fenomena orang-orang yang meminta sopir bus membunyikan klaksonnya dengan menyerukan "Om telolet Om" menjadi viral. Banyak orang akhirnya mengikuti fenomena yang kini sudah mendunia tersebut.
Menurut Martinus, fenomena telolet merupakan ekspresi dari masyarakat yang tidak bisa disalahkan. Ia mengklaim dari kajian Dinas Perhubungan, tingkat kebisingan suara telolet sekitar 92 desibel. Menurut dia, angka tersebut masih dalam ukuran yang dibolehkan oleh peraturan.
Martinus mengatakan dalam Peraturan Pemerintah tentang kendaraan, tingkat kebisingan yang dibolehkan antara 83-118 desibel. Namun pihaknya berencana mengukur tingkat kebisingan telolet tersebut. Pengukuran tersebut bukan menjadi pembanding terhadap pengukuran yang telah dilakukan oleh dinas perhubungan. Namun ia menilai pengukuran oleh pihak kepolisian menjadi cara untuk menyamakan pandangan.
Baca Juga:
Martinus melanjutkan, apabila dari hasil pengukuran ternyata tingkat kebisingan tidak sesuai aturan maka kepolisian bakal menindak. Menurut dia, tindakan penegakan hukum bisa berupa teguran tertulis, lisan, hingga tilang. Namun di samping itu pihaknya akan menggelar patroli untuk mencegah adanya kecelakaan terhadap masyarakat yang demam telolet. Sebab, mereka meneriakkan om telolet om di tepi jalan raya.
Martinus juga mengimbau agar suata telolet tidak dibunyikan di depan tempat ibadah dan sekolah. “Akan dilakukan upaya-upaya persuasif jangan sampai terjadi korban.”
DANANG FIRMANTO