TEMPO.CO, Tangerang - Tajudin bin Tatang Rusmana merasakan betul betapa sempit dan pengapnya hidup di penjara. Selama sembilan bulan, penjual cobek ini meringkuk di Rumah Tahanan Kelas 1 Tangerang, Banten, karena dituduh mempekerjakan anak di bawah umur. Hidup sengsara di dalam sel tahanan tak dibayangkan sebelumnya oleh pria 42 tahun itu.
Tajuddin mengaku pengalamannya tinggal di tahanan membuat dia syok. Berhari-hari dia berada di ruang kecil bersama sejumlah orang. Aktivitas apa saja tidak enak. Antartahanan mudah tersinggung. Berbulan-bulan, Tajudin tidur miring karena sempitnya sel tahanan. Namun dunia tiba-tiba berubah pada Kamis, 12 Januari 2017, hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan Tajudin tidak bersalah dan ia pun bebas.
Baca Ini: Tajudin Belum Mau Berjualan Cobek Lagi
Tajudin didakwa dengan Undang-Undang Perdagangan Orang atau Undang-Undang tentang Perlindungan Anak karena menyuruh anak di bawah umur berjualan cobek. Atas perbuatannya itu, Tajudin diancam hukuman penjara maksimal 15 tahun. "Hakim menyatakan terdakwa tidak bersalah," kata kuasa hukum Tajudin, Abdul Hamim Jauzie, saat dihubungi Tempo, Rabu, 18 Januari 2017.
Penjual cobek itu ditangkap petugas Kepolisian Resor Tangerang Selatan pada 20 April 2016. Tajudin dijebloskan ke tahanan polisi kemudian dipindah ke Rutan Kelas 1 Tangerang sampai sidang digelar pada Kamis, 12 Januari lalu. Tajudin kini berancang-ancang mengajukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Negeri Tangerang.
Langkah ini ditempuh karena jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Tangerang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan membebaskan Tajudin. Meski bebas dari pengapnya sel, Tajudin masih harus menghadapi proses hukum di Mahkamah Agung.
Bebas, Tajudin Ajukan Gugatan Ganti Rudi
Sambil menunggu putusan MA, Tajudin berencana mendatangi Polres Tangerang Selatan pada Kamis, 19 Januari 2017. Tajudin hendak mengurus dokumen dan barang yang disita polisi, seperti KTP, SIM, dompet berikut uang, dan telepon seluler. "Uang itu hasil jualan cobek," ujar Abdul Hamim Jauzie. Menurut Hamim, kliennya juga akan melaporkan seorang aktivis lembaga swadaya masyarakat yang memeras mertua Tajudin Rp 40 juta.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang Pradana mengatakan sudah diputuskan untuk menempuh kasasi. Langkah hukum ini bertujuan melindungi anak-anak dari korban eksploitasi orang tua. "Memori kasasi kami buat setelah mendapat salinan putusan dari pengadilan," tutur Pradana kepada Tempo.
Tajudin dijebloskan ke penjara pada 20 April 2016 dengan tuduhan mengeksploitasi anak. Pradana menyatakan hal seperti ini tidak bisa dibiarkan. Seharusnya anak-anak yang masih usia sekolah menjadi tanggung jawab semua pihak. Apa yang dilakukan Tajudin merupakan tindakan memanfaatkan kepentingan ekonomi.
Dakwaan yang dijatuhkan kepada Tajudin adalah mengeksploitasi dua anak di bawah umur, yaitu Cepi dan Dendi, masing-masing berumur 14 tahun. Satu keponakan dan satu lagi anak tetangga Tajudin. Mereka disuruh berjualan cobek di pinggir jalan raya di kawasan BSD, Tangerang Selatan, pada pukul 14.00-22.00. "Anak membantu orang tua kan boleh," ucap Tajudin ketika ditangkap pada April tahun lalu.
Pradana mengatakan tindakan Tajudin dikategorikan sama dengan merampas masa depan anak-anak. "Fakta di persidangan menunjukkan Tajudin bukan orang miskin. Sebagai orang berpunya, Tajudin mampu menyewa mobil dan rumah untuk menampung anak-anak. Mereka disuruh mencari uang dengan berjualan cobek."
AYU CIPTA