TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi kecewa kepada Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) yang tak tepat waktu menuntaskan target penertiban perusahaan oto (PO) dari Terminal Pulogadung ke Terminal Pulogebang yang lebih besar.
Sebelumnya, Budi menargetkan sekitar 120 PO yang ada di Terminal Rawamangun dan Pulogadung dapat ditertibkan dan dipindahkan. Selain itu, BPTJ juga diminta segera membubarkan terminal bayangan sehingga pengangkutan penumpang terpusat di Terminal Pulogebang.
"Kami beri waktu satu minggu untuk PO ini. Kalau tidak, maka izinnya akan dicabut,” ujar Budi saat memberikan pengarahan kepada Kepala BPTJ di Terminal Pulogebang, Jakarta Timur, Ahad, 29 Januari 2017. “Kami bukan kejam, tapi ini sudah satu bulan.”
Soft launching penggunaan Terminal Pulogebang sudah dilakukan pada 28 Desember 2016. Terminal ini digadang-gadang menjadi terminal terbesar se-ASEAN dengan penambahan fasilitas sekelas bandara.
Sudah satu bulan ini Terminal Pulogebang beroperasi di bawah pengelolaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan diawasi Kementerian Perhubungan melalui BPTJ. Seusai soft launching, Budi menggelar rapat dengan asosiasi perusahaan bus dan berharap agar asosiasi bisa mengikuti pemerintah terkait dengan pelaksanaan pengoperasian Terminal Pulogebang.
Budi mendorong agar terminal bayangan dapat dihapus karena lokasi tersebut sangat tidak layak. Tidak hanya bagi penumpang, melainkan bagi perusahaan oto bus dan pengguna jalan yang lain karena memacetkan lalu lintas. Ia menegaskan agar tidak ada lagi bus-bus yang ada di pool dan semua bus yang masuk-keluar Jakarta harus lewat Pulogebang.
Di masa mendatang, Budi juga berpesan supaya tidak ada pungutan liar (pungli) di Pulogebang ini. Dengan beroperasinya Terminal Pulogebang, maka Terminal Pulogadung tidak lagi melayani pemberangkatan bus antarkota antarprovinsi (AKAP). "Kami buat 120 loket PO, kami sudah memberikan waktu dan toleransi, kalau ini akan kita hentikan. Kalau kita ikuti calo, ya enggak akan habis-habis,” ujarnya.
DESTRIANITA