TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Triwisaksana atau Sani mengungkapkan tiga alasan mengapa empat fraksi DPRD akan menolak melakukan rapat bersama eksekutif. Sikap tersebut dilakukan sebagai bentuk penolakan atas kembali aktifnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Adapun empat fraksi yang sepakat memboikot pihak eksekutif atas ketidakjelasan status Ahok adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Gerindra, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pemboikotan tersebut, kata Sani, akan terus berlanjut hingga ada kepastian hukum terhadap Ahok.
”Ini kan ada tiga alasan kenapa DPRD menunda sampai ada kejelasan status dari Pak Basuki atau Ahok sebagai gubernur aktif atau nonaktif. Yang pertama adalah karena ada pendapat dari para pakar hukum itu ada pelanggaran hukum,” kata Sani saat ditemui di gedung DPRD, Jumat, 17 Februari 2017.
Baca: Mogok Kerja Empat Fraksi DPRD DKI, Begini Reaksi Ahok
Sani mengatakan, berdasarkan pertimbangan beberapa pakar hukum, pengaktifan kembali dapat membuat setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berujung cacat hukum. Bahkan kebijakan-kebijakan tersebut bisa masuk tindak pidana apabila berkaitan dengan keuangan atau anggaran.
Kedua, adanya hak angket atau hak meminta keterangan dari pemerintah di Dewan Perwakilan Rakyat dapat menimbulkan satu perselisihan pendapat atau dipute apakah status Ahok sudah boleh aktif atau belum sebagai gubernur. “Karena ada dalam Undang-Undang Pemda mengenai status terdakwa,” ujar Sani.
Ketiga, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo juga masih harus berkonsultasi dengan Mahkamah Agung sebagai lembaga negara yang bisa menafsirkan peraturan perundang-undangan. “Makanya untuk sementara waktu status hukum dari gubernur itu aktif atau nonaktif maka DPRD akan menunda pembahasan atau rapat kerja dengan pihak eksekutif,” ujar Sani.
LARISSA HUDA