TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pemilik dan pengemudi Angkutan Kota (Angkot) di Kota Bogor mengaku kurang setuju dengan rencana pemberlakuan pengaturan rute ulang atau re-routing oleh Pemerintah Kota Bogor. Mereka khawatir langkah itu akan membuat sopir dan penumpang bingung.
"Yang jelas warga akan bingung. Karena banyak trayek baru dan trayek lama pun rutenya diubah," kata Gilang, salah satu pemilik angkot asal Cimahpar, Ahad, 19 Februari 2017.
Baca : Bogor Akan Lakukan Rute Ulang Angkot
Pria 40 tahun ini juga menduga rute ulang akan membuat penumpukan angkot di jalur tertentu sehingga mengakibatkan kemacetan parah. "Macet sudah pasti di jalur penghubung menuju menuju pusat kota Bogor, bahkan akan terjadi rebutan penumpang antar sopir dengan trayek berbeda," kata Gilang.
Menurut dia, belum diberlakukan saja, kebijakan ini sudah membuat banyak pengusaha dan sopir angkot sangat resah. Persoalannya, banyak dilakukan razia oleh petugas Kepolisian Resor Kota Bogor Kota dengan alasan penegakan hukum sebelum rute ulang.
"Sekarang sedikit-sedikit ditilang polisi, sehingga sopir tidak nyaman narik. Karena kalo kena tilang mobil langsung ngandang, " kata Gilang.
Jika sudah kena tilang, menurut Gilang, sopir harus membayar denda tilang sekitar Rp 200-300 ribu agar angkotnya bisa keluar dan beroperasi lagi. "Bisa saja Pemkot Bogor membuat kami pemilik angkot dan sopir tidak nyaman," ujarnya.
Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan saat ini total angkot di Bogor mencapai sekitar 3.412 unit yang beroperasi setiap harinya dengan melintasi 59 kelurahan. Setelah rute ulang dilakukan, angkot akan beroperasi di 68 kelurahan.
"Jadi bukan menambah armadanya, tetapi memindahkan armada yang sudah ada ke wilayah lain terutama di pelosok agar angkot tidak menumpuk di tengah kota. Dengan demikian trayek bertambah dari awalnya 23 menjadi 30 trayek," kata dia.
Kajian re-routing angkot pun menjadi salah satu dari ‘revolusi’ angkutan umum di Bogor selain program konversi angkot menjadi bus Transpakuan. Bima ingin nantinya hanya Transpakuan yang beroperasi di tengah kota. "Angkot hanya jadi feeder atau di pelosok saja," ujarnya.
M SIDIK PERMANA | BISNIS.COM