TEMPO.CO, Jakarta - Buni Yani, tersangka kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik, berencana meminta bantuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam penyelesaian kasus yang menjeratnya. Pengacara Buni Yani, Aldwin Rahadian, membenarkan kabar tersebut. "Saat ini saya sedang dalam perjalanan bersama Pak Buni Yani," kata Aldwin saat dihubungi, Senin, 27 Februari 2017.
Menurut Aldwin, tuduhan dan pasal yang dikenakan terhadap Buni Yani sama dengan Ade Armando. "Kalau saya lihat, Ade Armando malah lebih jelas unsur pidananya, tapi di SP3. Nah ini kan ada kesan diskriminasi gitu," katanya. SP3 adalah surat perintah penghentian penyidikan.
Aldwin berharap Komnas HAM bersedia mengawal kasus yang menjerat kliennya itu. Sebab, ia menilai, kasus ini semakin tidak jelas dan cenderung sangat dipaksakan. "Kasus ini dari awal terlalu dipaksakan. Dua kali berkasnya dikembalikan oleh jaksa," katanya.
Baca: Berkas Perkara Buni Yani Tak Kunjung Lengkap
Kendati demikian, Aldwin memastikan pihaknya akan tetap mengikuti proses hukum yang ada. "Tentu upaya-upaya perlawanan pun harus berdasarkan hukum," katanya.
Ditanya tentang keseharian Buni saat ini, Aldwin menuturkan, saat ini kliennya telah non-job dari pekerjaannya sebagai dosen karena statusnya sebagai tersangka. Namun Buni masih berkegiatan mengisi seminar sesuai dengan keilmuannya.
"Dia (Buni Yani) sekarang menulis saja sambil mengisi seminar. Dia kan punya dua anak yang harus dinafkahi," kata Aldwin.
Baca: Buni Yani Tersangka, Begini Tanggapan FPI
Sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan penyidik sudah melimpahkan kembali berkas perkara Buni Yani ke kejaksaan. "Kami masih tunggu jawaban kejaksaan, diharapkan sudah P21," kata Argo, Jumat, 24 Februari 2017.
Sementara itu, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat telah menerima berkas kasus dugaan penyebaran ujaran kebencian yang menjerat Buni Yani. Hal itu dibenarkan oleh Kepala Seksi Penegakan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Raymond Ali. "Benar, sudah, Polda sudah menyerahkan ke Kejati Jawa Barat," kata Raymond.
Raymond menambahkan, berkas tersebut telah dikembalikan lagi ke Polda Metro Jaya karena dianggap belum lengkap.
Kendati demikian, Raymond enggan merinci kekurangan berkas itu. "Intinya berkasnya masih ada kekurangan, ya. Kejati Jawa Barat mengembalikan berkasnya untuk disempurnakan oleh penyidik sesuai dengan petunjuk jaksa," ujarnya.
Buni Yani ditetapkan sebagai tersangka setelah dilaporkan oleh Komunitas Kotak ADJA, yang merupakan anggota relawan pasangan calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat. Buni dilaporkan karena mengunggah video pidato Ahok dengan caption yang diedit dan dianggap tidak sesuai dengan isi pidato Ahok.
Buni dijerat Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi dan Transaksi Elektronik tentang penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA. Ancaman hukuman untuk Buni adalah kurungan maksimal enam tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar.
INGE KLARA SAFITRI