TEMPO.CO, Jakarta - Mukminin, 32 tahun, lebih memilih berseragam oranye sebagai petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU) di Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Ia rela melepaskan mata pencarian sebelumnya sebagai pedagang soto dan memilih bekerja setiap pukul 07.00-15.00 WIB.
"Saya tidak pernah menyesal atas pilihan saya. Saya cuma kepingin kampung saya bersih. Kalau bukan saya siapa lagi?” ujar Mukminin saat berfoto bersama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Balai Kota, Kamis, 2 Maret 2017.
Sehari-hari, Mukminin bekerja membersihkan sampah, mencabut rumput liar, melepas stiker atau tempelan, menyingkirkan dahan pohon yang jatuh, hingga kabel yang menghalangi jalan. Ayah dua anak ini akan dengan sigap membereskan masalah pada prasarana dan sarana umum yang mengganggu warga Jakarta.
"Bagi saya kehujanan atau kebasahan bukan masalah. Asal dikerjakan dengan ikhlas dan lapang dada. Soal penyakit dan usia sudah ada yang atur," ujar Mukminin.
Hal serupa juga dirasakan Slamet Budi Mulya, 45 tahun, saat menjalankan tugasnya. Budi, sapaan warga Kelurahan Keagungan, Jakarta Barat, itu mengatakan ia selalu 'berubah warna' setiap kali pulang ke rumah setelah membersihkan jalan.
"Saya sudah biasa, saat bersihkan saluran, pas nongol jadi hitam. Bajunya (seragam) enggak kelihatan oranye kembali. Tapi kami tetap terlihat semangat," ujar Budi.
Budi mengatakan dukungan masyarakat terhadap kebersihan membuat dia bertahan untuk membersihkan sudut-sudut Jakarta. Ia ingin menjadi bagian dari sosok yang memperindah Kota Jakarta. Setiap kali seragam oranye miliknya berubah, Budi mengaku tak segan-segan mandi di kali untuk membersihkan diri.
Lain halnya dengan Mulyadi yang bekerja sebagai petugas harian lepas dari (PHL) Dinas Sumber Daya Air (SDA) atau yang dikenal sebagai pasukan biru. Ia sehari-hari menjaga ketinggian air waduk, kali, dan sungai. Ia berkewajiban untuk memastikan saat air naik tidak menggenang di Jakarta.
"Saya biasanya lihat saluran air. Jika ada yang tersumbat, saya langsung turun ke sana mengecek penyebab sumbatan itu," ujar Mulyadi.
Melihat ular sanca bukanlah hal yang baru bagi Mulyadi. Bahkan, ia tidak terkejut melihat hewan melata sepanjang empat meter itu. Mulyadi mengaku panik saat pertama kali melihat ular, tapi ia jadi terbiasa karena sudah empat kali melihat kejadian serupa.
Tak hanya ular, Mulyadi juga kerap menjumpai hewan melata seperti biawak di kawasan Kapuk Muara, Jakarta Utara. Selama ini, Mulyadi mengaku menikmati pekerjaannya. Menurut dia, membantu warga Jakarta menjaga kebersihan dan keamanan dari bencana banjir merupakan ibadah.
"Saya sudah biasa dimarahi warga setempat karena rumahnya kebanjiran. Rumah mereka banjir, saya yang dimarahi," ujar Mulyadi.
LARISSA HUDA