TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menolak untuk dikaitkan dengan dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012. Meskipun saat dugaan korupsi itu terjadi, ia masih berada di komisi II DPR RI. "Enggak tahu saya. (Kalau) cuma daftar terima (duit korupsi) e-ktp atau daftar anggota Komisi II DPR, masukin daftar situ kan bisa saja," ujar Ahok di Balai Kota, Senin, 6 Maret 2017.
Sebelumnya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo menyatakan ada sejumlah nama besar yang masuk dalam daftar penerima uang korupsi pengadaan e-KTP. Namun Agus tidak bersedia menyebut nama-nama itu. KPK hanya akan membuka daftar nama itu di pengadilan. "Kalau Anda nanti mendengarkan dakwaan yang dibacakan, anda akan sangat terkejut. Banyak sekali nama yang disebutkan di sana," ujar Agus, Jumat, 3 Maret 2017.
Dari sejumlah orang yang dikabarkan menerima duit korupsi itu, mereka disinyalir adalah anggota DPR periode 2009-2014. Saat itu, Ahok menduduki jabatan sebagai anggota Komisi II.
Baca: Sebut Nama Besar, KPK: Dakwaan Kasus E-KTP akan Mengejutkan
Ahok dengan tegas menyatakan tidak pernah menerima uang pengadaan e-KTP. "Orang sudah tahu siapa Ahok kok. Siapa berani kasih duit gua? Kalau ada yang berani kasih duit, gua laporin KPK," katanya. Dia tidak tahu siapa saja koleganya di DPR yang menerima duit saat itu.
Menurut Ahok, dirinya terus berupaya menghindari korupsi. Bahkan, dia selalu mengembalikan uang perjalanan dinas jika melebihi dari yang seharusnya. "Kamu cek saja. Saya rasa enggak ada anggota DPR yang kayak saya. Perjalanan dinas enggak sesuai harinya, saya balikin. Saya sudah bilang uang yang tidak dipotong pajak pasti ini uang nggak benar," ujar Ahok.
Komisi Pemberantasan Korupsi telah melimpahkan berkas perkara untuk 2 tersangka dugaan korupsi KTP elektronik. Berkas perkara dua tersangka e-KTP, Irman dan Sugiharto, telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Berkas setebal 24 ribu halaman itu memiliki tebal 1,3 meter.
Baca: Korupsi E-KTP Tinggi Berkas 2,5 Meter, Tebal 24 Ribu Halaman
Penyidikan dugaan korupsi proyek senilai Rp 5,9 triliun ini dimulai sejak 2014 dengan menetapkan Sugiharto, mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, sebagai tersangka. Pada 2016, KPK memberikan status tersangka kepada mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman.
Keduanya diduga menyelewengkan jabatan untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain hingga menyebabkan negara rugi Rp 2,3 triliun. KPK tidak menduga ada banyak pihak yang menerima aliran dana karena total korupsi yang fantastis tersebut.
LARISSA HUDA
Video Terkait:
Berkas Kasus Korupsi Pengadaan e-KTP Siap Disidangkan
Terkait Kasus E-KTP, Anggota DPR Ade Komarudin Diperiksa KPK
Anas Urbaningrum Diperiksa KPK Terkait Proyek E-KTP