TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Teguh Hendrawan menyatakan proses normalisasi Sungai Ciliwung akan terus berjalan. Dinas Sumber Daya Air bersama Badan Pertanahan DKI Jakarta sedang mengecek dan mengukur luas bidang lahan di Jalan Arus, Cawang, Jakarta Timur, juga di Bukit Duri, Jakarta Selatan. “Kami mau setidaknya dua lokasi itu selesai tahun ini,” ujarnya.
Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta meminta tambahan anggaran sekitar Rp 400 miliar untuk pembebasan lahan dalam normalisasi sungai. Teguh mengatakan tambahan tersebut dibutuhkan untuk membebaskan lahan normalisasi 13 sungai di Jakarta. “Kami mengajukan tambahan di APBD Perubahan,” katanya, Rabu, 1 Maret 2017.
Baca: Banjir di Cipinang, Ahok: Normalisasi Sungai Baru 40 Persen
Pengajuan tambahan itu dibahas dalam rapat percepatan normalisasi sungai di Balai Kota pada pekan lalu. Tahun ini Dinas Tata Air menerima Rp 200 miliar untuk pembebasan lahan normalisasi sungai serta Rp 400 miliar untuk lahan proyek pembuatan waduk, situ, dan embung. Tahun lalu total anggaran keduanya mencapai sekitar Rp 1 triliun.
Lantaran anggarannya kurang, Teguh memprioritaskan anggaran yang ada untuk membebaskan lahan di Bukit Duri, Jakarta Selatan, dan Jalan Arus di Cawang, Jakarta Timur, untuk normalisasi Ciliwung. Sebanyak 315 bidang di Bukit Duri dan sekitar 100-200 bidang di Cawang harus dibebaskan paling lambat Oktober mendatang agar normalisasi di dua titik itu rampung pada akhir tahun ini.
Lokasi prioritas lain, kata Teguh, adalah di Kelurahan Cipinang Melayu, Jakarta Timur, untuk normalisasi Kali Sunter. Saat ini baru 16 dari 52 bidang di titik tersebut yang sudah dibayar Dinas Sumber Daya Air. Sisanya masih menjalani verifikasi berkas di Badan Pertanahan Nasional. Padahal pembebasan lahan normalisasi Kali Sunter seharusnya dimulai dari Kelurahan Cipayung, Ciracas, Makasar, sampai Jatinegara dengan total 200 bidang.
Ketiga lokasi itu menjadi prioritas karena terendam banjir pada Februari lalu. Sedangkan tanggul Kali Sunter jebol pada dua pekan lalu, dan limpasan airnya merendam dua wilayah rukun warga di Kelurahan Cipinang Melayu.
Dalam proyek normalisasi sungai, Dinas Sumber Daya Air bertugas membayar lahan dengan dokumen kepemilikan yang sah dan merelokasi penduduk yang tak punya lahan ke rumah susun sederhana sewa. Setelah lahannya bersih, normalisasi dengan cara mengeruk dan memasang turap di sisi kiri dan kanan sungai dikerjakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane yang berada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane Teuku Iskandar mengapresiasi upaya Dinas Sumber Daya Air mempercepat pembebasan lahan tersebut. Sebab, pembebasan lahan menjadi kendala utama normalisasi Ciliwung yang dimulai pada 2013. Proyek dengan anggaran Rp 1,18 triliun ini semestinya selesai pada akhir 2016.
Iskandar mengatakan progres normalisasi baru 42 persen. Ia tak bisa memastikan tenggat rampung proyek tersebut. “Penyelesaian konstruksi bisa diukur targetnya, tapi penyelesaian pembebasan lahannya tidak,” katanya.
Selain terhambat pembebasan lahan, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama mengatakan normalisasi sungai terhambat jumlah unit rumah susun yang tersedia. Pemerintah harus menyediakan 5.000 unit rumah susun untuk normalisasi Sungai Ciliwung sepanjang 19 kilometer. Sedangkan pembangunan 11.105 unit rumah susun di lima wilayah baru akan rampung akhir tahun ini.
Setelah disisir, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Arifin mengatakan saat ini tersedia 266 unit rumah susun untuk menampung penduduk dari Bukit Duri, Jalan Arus, dan Cipinang Melayu. Dari total itu, unit terbanyak ada di Rumah Susun Rawa Bebek, Jakarta Timur, dan Rumah Susun Marunda, Jakarta Utara.
Pemerintah Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, kata Arifin, akan menggelar sosialisasi relokasi penduduk sepanjang Maret ini. Tujuannya agar mereka setuju pindah ke dua rumah susun tersebut. “Karena baru dua rusun itu yang tersedia,” ujarnya.
LINDA HAIRANI