TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Mohammad Taufik menyarankan agar lokasi depo mass rapid transit (MRT) pindah ke Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sebab, kata dia, di kawasan tersebut masih banyak kantong permukiman yang berpeluang menjadi calon penumpang MRT. “Kalau ke Ancol Timur, siapa yang mau naik?” kata dia, Kamis, 9 Maret 2017.
Taufik menjelaskan, pemindahan stasiun akhir sekaligus depo ke Ancol Timur demi menghemat anggaran proyek MRT. Saat ini pemerintah DKI menganggarkan Rp 11,7 triliun untuk rute sepanjang 6,3 kilometer itu.
Baca: Siang Ini, Sumarsono Bertemu DPRD Bahas Proyek MRT Fase 2
Sebelumnya, depo MRT akan dibangun di Kampung Bandan, Jakarta Utara. Lantaran lahan tersebut ternyata sudah dikuasai pihak swasta, lalu pemerintah memindahkan lokasi depo ke lahan milik PT Pembangunan Jaya Ancol di Ancol Timur. Akibatnya, rute MRT fase dua Bundaran Hotel Indonesia-Ancol Timur memanjang menjadi 14,6 kilometer dari rencana semula 8,3 km.
Senada dengan Taufik, Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana meminta pemerintah daerah mencari lokasi baru yang tak menimbulkan implikasi biaya sedemikian besar. “Seharusnya bisa dimaksimalkan di Kampung Bandan,” kata dia.
Baca: DPRD Persoalkan MRT, Ahok: Mau Bangun Jakarta atau Ngerjain Gua?
Triwisaksana menjelaskan, perpanjangan rute itu membuat pembiayaan proyek MRT secara keseluruhan meningkat menjadi Rp 31,7 triliun dari sekitar Rp 23 triliun. Rinciannya, kekurangan dana fase I Lebak Bulus-Bundaran HI senilai Rp 2,56 triliun, anggaran konstruksi Bundaran HI-Kampung Bandan Rp 17,38 triliun, dan anggaran konstruksi Kampung Bandan-Ancol Timur Rp 11,7 triliun.
Lagi pula, kata Triwisaksana, rencana tata ruang wilayah 2030, yang dilaporkan ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), hanya mencantumkan Kampung Bandan sebagai lokasi depo MRT. Triwisaksana mengatakan Dewan akan membentuk panitia khusus (pansus) untuk membahas perpanjangan rute MRT paling lambat pekan depan. Mereka berencana memanggil Bappenas serta PT Kereta Api Indonesia sebagai pemilik lahan di Kampung Bandan.
Baca: Proyek MRT Nambah Pinjaman Rp 15 Triliun
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tuty Kusumawati mengatakan pemilihan Ancol Timur sebagai lokasi baru tak muncul secara tiba-tiba. Pemindahan lokasi proyek strategis nasional diizinkan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Tuty mengatakan bakal menjelaskan ke pansus soal penyebab lahan di Kampung Bandan tak bisa digunakan. Termasuk rencana pengembangan jaringan moda transportasi lain di Jakarta Utara. Semula, penunjukan lahan berdasarkan rekomendasi kajian dari Kementerian Perhubungan, yaitu Special Assistance for Project Formation, pada 2005-2007.
Baca: Percepat Pembangunan Fase Kedua, PT MRT Teken MoU dengan Ancol
Namun PT KAI sebagai pemilik lahan di Kampung Bandan sudah bekerja sama dengan pihak lain untuk mengelola lahan tersebut. Dengan demikian, pemerintah memilih lahan di Ancol Timur milik PT Pembangunan Jaya Ancol, yang berstatus sebagai badan usaha milik pemerintah DKI Jakarta. “Kalau lahan di Kampung Bandan sudah tak bisa diapa-apakan, masak proyek ini mau disetop,” ujar Tuty.
Tuty menampik kekhawatiran Taufik ihwal sepinya penumpang jika depo berpindah ke Ancol Timur. PT MRT Jakarta sebagai pelaksana proyek dan PT Pembangunan Jaya Ancol sebagai pemilik lahan akan mengembangkan area tersebut menjadi kawasan terintegrasi antara bisnis dan properti. “Pengelolaan yang baik bisa menciptakan demand,” ujar Tuty.
Sedangkan Direktur Utama PT KAI Edi Sukmoro belum bisa menjelaskan hubungan antara kajian dan kepemilikan lahan tersebut. Saat ditemui kemarin, di area Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, ia mengatakan masih harus mempelajari data aset-aset milik perusahaannya lebih dulu. “Saya belum bisa berkomentar, harus baca dulu,” ucap Edi.
LINDA HAIRANI