TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pihak menilai penyelenggara acara Konsultasi Publik terhadap Kajian Lingkungan Hidup Strategis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, tidak profesional.
"Topik acaranya baik, namun penyelenggaranya tidak profesional dan terkesan hanya formalitas saja. Padahal acara tersebut memiliki dampak besar," kata pakar osenaografi dari Institut Pertanian Bogor, Alan F. Koropitan.
Penilaian senada disampaikan Kepala Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Martin Hadiwinata.
Baca juga: KLHK Evaluasi Perpanjangan Sanksi Pengembang Reklamasi
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengadakan Konsultasi Publik terhadap Kajian Lingkungan Hidup Strategis Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, pada Jumat pagi, 10 Maret 2017.
Di dalam undangan, acara berlangsung pada 08.30-12.00 di Ruang Polda , Gedung Balai Kota, Jakarta Pusat. Mereka mengundang 130 pejabat, pengusaha, pakar dan aktivis lingkungan. Termasuk Alan Koropitaan (IPB), Muslim Muin (IITB), KNTI dan lainnya.
Alan menjelaskan sampai Jumat pagi dia belum menerima surat undangan. Dia dapat kabar, undangan untuk dirinya dan Dekan Fakultas Perikanan dna Ilmu Kelautan ITB, baru sampa Kamis sore.
Alan juga mendapat kabar kalau undangan untuk Muslim Muin dari ITB baru sampai Kamis siang. "Terkesan panitia terburu-buru menyebarkan undangan," katanya.
Alan dan Muslim Muin merupakan dua ilmuan yang keras menolak proyek reklamasi 17 pulau dan Tanggul Laut Raksasa (NCICD).
"KNTI juga tidak menerima undangan," kata Martin Hadiwinata. Pihaknya baru mengetahui ada undangan untuk konsultasi publik dari salah satu temannya, yang menerima email undangan tersebut pada Kamis malam kemarin, 9 Maret 2017.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengaku telah mengundang semua unsur dalam konsultasi publik tersebut. Hanya, ia tidak mengetahui pendistribusian surat undangan itu.
Menurut Saefullah, Bappeda DKI yang melakukan eksekusi terhadap undangan-undangan tersebut. "Saya cuma teken (surat undangan)," katanya.
Menurut Saefullah, proses pembahasan KLHS Raperda Reklamasi masih sangat panjang. Sehingga, tak menutup kemungkinan pihaknya akan mengundang kembali untuk mendengarkan masukan, terutama untuk pergub atau raperda pantura.
"Sekarang belum nyentuh ke mana-mana. Oprasionalnya, kepentingan masyarakat itu ada di perda dan di pergub. Jadi intinya kami tidak akan menyia-nyiakan masyarakat," ucapnya.
FRISKI RIANA