TEMPO.CO, Bekasi - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kota Bekasi menemukan fakta bahwa mayoritas pelaku tawuran pelajar dari golongan masyarakat kurang mampu yang tinggal di kawasan kumuh dan padat penduduk.
Warga yang tinggal di kawasan itu cenderung tak memikirkan masa depannya. "Orang tua cenderung abai dengan kondisi pendidikan anak, karena memikirkan kebutuhan keluarga," kata Ketua KPAI, Kota Bekasi, Syahroni, Senin, 13 Maret 2017.
Baca juga: Polisi Bekuk Pelaku Tawuran yang Sebabkan 2 Pelajar Bekasi Tewas
Kesimpulan KPAI Bekasi didasarkan dari hasil survei terhadap pelaku tawuran pelajar di kota tersebut. Termasuk tawuran sepanjang Sabtu, 11 Maret 2017, yang menewaskan dua pelajar di dua lokasi berbeda.
Syahroni menjelaskan pihaknya melakukan observasi untuk mengetahui latar belakang keluarga, perekonomian, serta lingkungan tempat tinggal pelaku.
Baca Juga:
Ia mengatakan, anak yang tinggal di kawasan kumuh dan pemukiman padat, rata-rata pesimis dengan masa depan. Menurut dia, menjadi seorang preman yang disegani lebih mudah ketimbang mengejar cita-cita melalui pendidikan. "Orang tua saya susah, apalagi saya," kata Syahroni menyebutkan orientasi anak-anak tersebut.
Karena itu, kata dia, dengan premanisme anak-anak tersebut lebih bangga, karena mereka sendiri menganggap dapat memperlihatkan jati dirinya. "Termasuk kebiasaan merokok, bagi mereka sudah menjadi hal biasa, bukan tabu lagi," kata dia.
Syahroni mengatakan, persoalan tersebut menjadi perhatian serius. Pihaknya akan menerjunkan tim untuk mendata pelajar yang tinggal di kawasan kumuh dan padat penduduk dengan kondisi perekonomian di bawah rata-rata.
"Pendekatan terhadap pelajar dengan tingkat ekonomi bawah, menengah, atas, cukup berbeda," kata Syahroni.
Menurut dia, harus ada motivasi khusus untuk menciptakan optimisme bagi pelajar yang berasal dari kalangan warga kurang mampu, dengan tingkat sumber daya manusia keluarganya di bawah.
"Tidak cukup keluarga, semua ikut andil untuk mencerdaskan anak-anak ini," kata dia.
Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi Kota, Komisaris Besar Hero Henrianto Bachtiar mengatakan, berdasarkan pemeriksaan sementara bahwa para pelaku tawuran tampak tak begitu menyesali perbuatannya. "Saya tanya kondisi korban, mereka mengaku tidak tahu," ujar Hero.
Simak juga: Ahok Minta Sekolah Tegas, KPAI: Sebab Skorsing Apa
Adapun, ketika diperlihatkan foto korban yang tewas, para pelaku hanya mengangguk. Ketika ditanya apakah kasihan apa tidak terhadap korban, mereka hanya menjawab "Kasihan sih Pak". "Hanya sebatas itu saja jawabannya," ujar Hero.
Untuk mengantisipasi tawuran, kata dia, kepolisian sudah memetakan seluruh sekolah baik negeri maupun swasta muali dari SMP, SMK/SMA di Kota Bekasi yang pelajarnya rawan tawuran.
"Kami akan menggelar razia secara intensif," kata Hero.
Tawuran pecah di Jalan Cut Mutia, Kecamatan Rawalumbu, pada Sabtu, 11 Maret 2017. Seorang pelajar Oliver Vito dari SMP Negeri 46, tewas terkena sabetan celurit. Dalam kasus itu, polisi meringkus tiga tersangka, antara lain RA, 16 tahun, RM (16), dan YP.
Sementara itu, tawuran di Jalan Ratna, Kelurahan Jatibening, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi menewaskan pelajar SMK Malaka Jaya, Edi Gilang Febriyanto. Dalam kasus itu, polisi meringkus mantan pelajar dari SMK Bina Insan Kamil, Indra Lesmana yang menjadi eksekutor ketika tawuran.
ADI WARSONO