TEMPO.CO, Jakarta - Sepasang kaki Fitriani melangkah dengan cepat saat menuruni anak tangga di jembatan bawah tanah Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, pada Kamis sore, 16 Maret 2017. Pegawai swasta 26 tahun itu hendak mengejar kereta rel listrik menuju Bogor, yang sedang berhenti di peron 6. Nahasnya, ketika hendak keluar dari lorong keempat underpass yang menuju peron 5 dan 6, kereta bergerak maju dan meninggalkannya. "Yah ketinggalan," kata perempuan itu sambil mengumpat kesal.
Panel layar penunjuk posisi dan tujuan kereta menampilkan bahwa kereta jurusan Bogor masih berada di Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat. Sambil menenteng tas hitamnya, Fitriani menyenderkan punggung di salah satu tiang besi peron. "Ini sudah beberapa kali saya ketinggalan kereta," kata dia kepada Tempo.
Fitriani biasanya memilih menyeberangi rel dan antarperon saat sedang buru-buru. Tetapi, saat itu sedang ada kereta yang berhenti di peron 1. Karena tak mau menunggu, ia memutuskan untuk menggunakan tangga bawah tanah.
Tidak hanya sekali ini Fitriani tertinggal kereta. Saat jembatan bawah tanah itu pertama kali dibuka pada Desember 2016, Fitriani langsung mencobanya saat hendak pulang kerja. Ia masuk ke terowongan itu dari peron 1, usai melakukan tap-in. "Tapi malah ketinggalan kereta," ujarnya.
Menurut dia, keberadaan terowongan itu cukup menyulitkannya bergerak cepat karena harus turun-naik tangga. Terlebih, ia juga merasa iba ketika melihat seorang ibu yang menggendong anaknya mesti naik dan turun tangga dengan susah payah. "Anaknya nangis kepanasan, satu tangan ibu itu sambil pegang besi pegangan tangga. Kan kasihan," ucapnya.
Menurut pengamatan Tempo, di dalam terowongan itu tersedia 11 kipas angin yang ditempel di dinding. Saat terowongan dipenuhi penumpang, angin dari kipas tersebut tidak terasa. Soal kebersihan, hampir tidak terlihat satu pun bungkusan plastik tercecer di lantai beraspal itu. Sebanyak tiga tong sampah disiapkan di kedua ujung dan tengah terowongan.
Di samping tangga, terlihat ruang kosong yang panjangnya hampir sama dengan tangga. Beberapa pekerja juga nampak masih memoles dinding dengan semen. Juru bicara PT KCJ, Eva Chairunissa, mengatakan ada rencana pembangunan eskalator di sana. "Iya direncanakan seperti itu," kata Eva melalui pesan pendek.
Tidak semua pengguna kereta mengeluhkan jembatan bawah tanah itu. Misalnya saja Marissa Nugraha, 25 tahun. Sewaktu jembatan belum dibangun, perempuan ini kerap merasakan penumpang di peron 5 dan 6 yang dari arah dan tujuan Bogor, menumpuk di tangga kecil peron untuk menyeberangi rel. "Semua yang mau turun dan naik berdesakan," ujarnya.
Apalagi, kata dia, saat jam sibuk, penumpang yang berlawanan arah tujuan saling bertabrakan di ujung peron tersebut. Belum lagi bila ada penumpang yang membawa belanjaan dalam ukuran kantong besar, menurut dia, menambah kesesakan itu.
Saat ini, pegawai bank itu melihat kepadatan sudah mulai berkurang. Sebab, sejak dibuka jembatan penyeberangan bawah tanah, setiap penumpang memiliki banyak pilihan untuk keluar stasiun maupun berpindah jalur. "Penumpang tidak menumpuk di satu titik," katanya.
FRISKI RIANA