TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Sumarsono mengatakan setidaknya 197 unit rumah susun di Jakarta menunggak membayar sewa hingga 2013. Adapun total tunggakan sejak sebelum 2013 itu mencapai Rp 1.377.867.230 atau Rp 1,377 miliar. Sebagian rusun yang menunggak berada di Jakarta Utara.
"Ini akan dibahas bagaimana menyikapi hal ini. Karena kebanyakan orangnya sudah tidak ada atau tidak mampu, atau pasang badan. Ini akan dibahas dalam rapat terbatas secara khusus oleh BPAD mengenai aset, kemudian oleh Dinas Perumahan," ujar Soni, sapaan Sumarsono, di Balai Kota, Senin, 20 Maret 2017.
Berita lain: Ahok dan Sofyan Djalil Bahas Rencana Rusun di Kemayoran
Adapun beberapa rusun yang menunggak, salah satunya adalah di Rusun Penjaringan sebanyak sembilan unit totalnya Rp 21.073.510 atau Rp 21 juta. Dari sembilan unit, sebanyak satu unit sudah melunasi tagihan, sementara delapan unit sudah diberikan surat peringatan.
Kemudian, di Rusun Marunda, Jakarta Utara, sebanyak 152 unit masih menunggak. Adapun total tanggalan sebesar Rp 893.207.060 atau Rp 893 juta. Sebagian dari mereka masih menempati rusun dan sudah diberi teguran serta peringatan.
Tunggakan lainnya tercatat di Rusun Kapuk Muara sebanyak tujuh unit dengan total tunggakan Rp132.834.060 atau Rp 132,8 juta. Sebanyak tujuh unit telah mengosongkan rusun pada Januari, Februari, dan Agustus 2016.
Terakhir, rusun yang masih menunggak berada di Tipar Cakung, Jakarta Utara, sebanyak 29 unit dengan total tunggakan Rp 330.752.600 atau Rp 330,7 juta. Sebanyak 15 penyewa unit menyatakan akan mencicil tunggakan, sementara itu ada 14 rusun ternyata sudah kosong pada 2016.
Soni mengatakan akan membahas permasalahan ini terutama dengan Dinas Perumahan DKI Jakarta untuk membahas implikasinya. Pasalnya, salah satu solusinya adalah penghapusan aset. Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum mempunyai regulasi soal itu.
"Kita juga belum punya pergub yang mengatur tata cara penghapusan utang negara. Jadi disusun dulu, harus ada perubahan pergub," ujar Soni.
Menggunungnya utang penghuni rusun tersebut ditengarai disebabkan oleh tingginya biaya denda yang harus dibayarkan. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 111 Tahun 2014 tentang besaran denda sebesar dua persen dan akan terus meningkat seiring bertambahnya tunggakan.
"Kalau tidak bisa bayar, dendanya terus progresif. Kalau terus tidak bayar, semakin naik dendanya sehingga terlilit tunggakan. Maka, kami pikir denda dua persen flat aja," ujar Soni.
Meskipun begitu, Soni mengatakan pihaknya juga harus mendidik masyarakat untuk bertanggung jawab. Pemprov DKI akan membahas aspek penyelesaian tunggakan, dan regulasi untuk payung hukum masalah tersebut, apalagi para penunggak sebagian besar merupakan masyarakat berpenghasilan rendah.
"Saya minta ini segara dibahas. Jangan sampai masalah ini terus digantung. Karena makin ke depan nanti akan repot ini. Harus ada solusi. Cari faktor penyebabnya. Misal gak punya kerja, beri kerja. Supaya produktif dan bisa bayar. Kalau karena kurang disiplin, maka harus ditegaskan," kata Soni.
LARISSA HUDA