TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta mencatat adanya tunggakan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) mencapai Rp 1,37 miliar. Pemerintah akan menghapus tunggakan ini. Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Arifin mengatakan tunggakan itu sudah kedaluwarsa dan tergolong piutang tak lancar pada kurun 2011-2013. “Penghuninya sudah meninggalkan rumah susun,” kata dia di Balai Kota, Senin, 20 Maret 2017.
Menurut pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Alldo Fellix Januardy, para penghuni rusunawa itu tak mampu membayar iuran karena harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk keperluan transportasi. Alldo mengatakan pemerintah belum memperhatikan akses transportasi penghuni rusun.
Keluhan tersebut muncul dalam wawancara LBH Jakarta dengan penghuni rusun di lima wilayah kota pada April-September tahun lalu. Dalam survei itu, 43,3 persen para penghuni rusun pernah menunggak sewa.
Alldo mengatakan penghuni rusun sebelumnya bekerja di sektor informal, yang memasarkan barang dagangan ke pusat perekonomian. Meski sudah ada layanan Transjakarta di rusun, waktu kedatangannya yang lama membuat mereka harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mencapai pusat kota. “Kalau soal keterampilan, mereka terampil karena sebelumnya punya pekerjaan,” kata dia.
Dia menyarankan Pemerintah DKI Jakarta membangun pusat bisnis agar penghuni rusun bisa memasarkan karyanya. Pembukaan pusat usaha kecil dan menengah di rusun mempersempit potensi pasar lantaran sesama penghuni tak mampu membeli dagangan mereka.
Arifin mengatakan dari 23 rusun yang ada di Jakarta, piutang retribusi Rp 1,37 miliar itu menyebar di empat rusun dengan total 197 unit. Tiga di antaranya berlokasi di Jakarta Utara, yakni Rusun Penjaringan, Rusun Marunda, dan Rusun Kapuk Muara, serta sisanya di Rusun Tipar Cakung, Jakarta Timur.
Tarif retribusi rusun di Jakarta saat ini berkisar Rp 300 ribu per bulan. Nilai itu di luar biaya penggunaan air dan listrik. Ada pun target retribusi keseluruhan tahun ini nilainya Rp 680 miliar.
Untuk mencegah munculnya tunggakan baru, Arifin mengatakan Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta Perdagangan dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi bakal memberi pelatihan keterampilan kepada penghuni rusun. Sebab, tantangan pemerintah setelah merelokasi penduduk di pinggir sungai adalah membuatnya tetap berdaya secara ekonomi dan mampu membayar sewa. Kewajiban itu tercantum dalam Instruksi Gubernur Nomor 131 Tahun 2016 tentang Optimalisasi Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa di DKI Jakarta.
Pelaksana tugas Gubernur DKI, Sumarsono, meminta Dinas Perumahan memastikan pelatihan keterampilan berjalan lancar agar penghuni tidak lagi menunggak retribusi. Alasannya, penghuni yang menunggak retribusi harus membayar denda dua persen dari total tunggakan di tahun berikutnya. Nilai denda itu naik secara progresif. “Makin tak bayar, makin terlilit utang,” kata dia.
Selain pelatihan, Sumarsono akan merevisi Peraturan Gubernur Nomor 150 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penerimaan Pembayaran Retribusi Daerah dengan Sistem Elektronik Retribusi yang menjadi dasar perhitungan denda itu. Revisi itu bakal mengubah tarif progresif tarif tetap.
Menurut Sumarsono, penghapusan tunggakan juga tak boleh terus terjadi. Dinas Perumahan harus memilah penunggak yang tak mampu dan yang tak disiplin. “Mereka yang tak disiplin harus mendapat sanksi,” ujar dia.
LINDA HAIRANI | LARISSA HUDA