TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Sumarsono berjanji, pemerintah provinsi DKI Jakarta akan membangun lokasi sementara (loksem) untuk pedagang yang berjualan di depan Ruko Greenland, Cengkareng, Jakarta Barat. Ia memberikan waktu satu hingga dua bulan kepada Wali Kota Jakarta Barat untuk mencarikan lahan milik pemerintah daerah yang dapat dijadikan sebagai lokasi berjualan.
"InsyaAllah kalau enggak akhir April, Mei ini (pedagang pindah) antara satu sampai dua bulan, sehingga pemilik toko tolong bersabar sedikit," kata Sumarsono usai berdialog dengan pedagang di Jalan Daan Mogot, Cengkareng, Jakarta Barat, Jumat, 24 Maret 2017.
Menurut Sumarsono, terdapat 40 pedagang yang berjualan di depan ruko tersebut selama lebih dari 20 tahun. Ruko itu berada persis di sebelah Ramayana Cengkareng dan terletak di belakang Pasar Cengkareng. Sumarsono mengatakan, ruko dibangun oleh pengembang Greenland. Kini, pengelola merasa terganggu dengan lapak yang masih berdiri itu.
"Sesungguhnya pedagang-pedagang ini digeser ketika pemerintah membangun jalan tol. Ini (lokasi ruko) kosong, tapi setelah waktu berjalan, gedung ini dibangun di bawah development Greenland," jelas Sumarsono.
Meski begitu, pemerintah provinsi DKI Jakarta tetap harus memerhatikan keberlangsungan hidup para pedagang. Pemerintah daerah, lanjut Sumarsono, tak akan merelokasi pedagang sebelum membangun tempat pengganti. Artinya, pemerintah provinsi DKI Jakarta akan menyediakan loksem terlebih dahulu.
Adapun loksem dibangun di atas lahan milik pemerintah. Sumarsono meminta agar loksem tak terletak jauh dari Ruko Greenland dan tetap berada di wilayah Jakarta Barat.
"Wali Kota bersama camat dan lurah akan mencari lokasi yang pas di atas tanah milik pemerintah, bukan pribadi. Ini kan sudah pribadi," ujar Sumarsono.
Selain persoalan lokasi, para pedagang, pengelola gedung, dan pemerintah juga sepakat bahwa waktu berjualan akan dimulai pukul 13.30 WIB hingga malam hari.
Salah satu pedagang mengungkapkan bersedia direlokasi pemerintah daerah, asalkan tak mengeluarkan biaya apapun.
"Lokasi jauh enggak apa-apa, yang penting ada lokasi dan kita enggak keluarin biaya," ujar pedagang itu.
Pedagang yang mengaku sudah membuka lapak jualan sejak 1984 itu mengatakan, isu penggusuran didengarnya tahun lalu. Alasannya, lokasi yang sekarang digunakan para pedagang akan diubah menjadi lahan parkir.
Padahal, ia juga membayar biaya kebersihan, keamanan, dan listrik kepada pengelola gedung. Untuk biaya keamanan, ia mengaku mengeluarkan uang Rp 100 ribu setiap bulannya. Sementara biaya listrik sebesar Rp 7 ribu yang dibayar harian.
Tak hanya itu, ia juga harus membayar biaya kebersihan setiap harinya dengan nominal Rp 8 ribu untuk hari kerja dan Rp 10 ribu di hari libur. Belum lagi ada "biaya THR" yang juga disetorkan kepada pengelola gedung setiap tahunnya.
"Penghasilan setahun belum tentu dapat sejuta. Tahun 2004 (pembeli) udah mulai sepi , sekarang lebih parah lagi," katanya.
LANI DIANA