TEMPO.CO, Jakarta - Tim kuasa hukum dari dua orang terdakwa kasus pornografi anak Loly Candy's 18+ berkukuh menyatakan klien mereka sebagai korban. Dua pelaku di bawah umur yang masing-masing berinisial SHDW, 16 tahun, dan DF, 17 tahun, itu menjalani sidang perdana mereka di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hari ini.
Jaksa penuntut menghadirkan sejumlah saksi dari kalangan penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya. Tersangka lain Loly Candy's, yaitu Bachrul Ulum alias Wawan dan DS, pun dihadirkan sebagai saksi.
"Dari keterangan Wawan, SHDW direkrut (jadi admin Loly Candy's pada Februari 2017, jadi seminggu sebelum dibawa (ditangkap). Itu pun sempat ada penolakan (dari SHDW)," ujar pengacara SHDW, Novia Hendrayati, saat ditemui seusai persidangan, Kamis, 6 April 2017.
Dia berujar SHDW akhirnya menjadi admin, karena tak sanggup menolak ajakan Wawan. "Mereka intens berkirim japri (pesan pribadi), dan ada perhatian ke SHDW. Dari situ SHDW jadi tak enak menolak ajakan."
Baca: Awal Mula Tersangka Remaja Terlibat Jaringan Pedofilia Online
Keterangan Wawan di berita acara pemeriksaan (BAP), kata Novia, sempat berubah. "Awalnya bilang (mengajak SHDW) pada November 2016, setelah dikonfirmasi lagi, ternyata pada Februari 2017."
Novia berkata pihaknya sempat mengajukan rekomendasi dan meminta pengadilan mempertimbangkan teknis penahanan terdakwa di bawah umur, khususnya untuk SHDW. "Kami sempat minta upaya penangguhan penahanan atau dialihkan, baik itu penahanan kota atau rumah," ujar Novia.
Kuasa hukum SHDW dan DF pun menghadirkan perwakilan Badan Pemasyarakatan (Bapas) Bogor, untuk mendukung rekomendasi yang diajukan.
"Dari awal penyelidikan (kasus Loly Candy's), Bapas dilibatkan. "Kami minta ada treatment agar anak-anak itu jalani pidana di luar lembaga, bagaimanapun mereka adalah korban," ujar pembimbing di Bapas Bogor, Heru Purwanto, di depan ruang sidang.
Jaksa penuntut, Maidarlis, tak banyak berkomentar mengenai sidang yang berlangsung tertutup itu. Dia hanya menegaskan bahwa dakwaan yang dibacakan sama dengan pasal yang diajukan kepolisian.
SHDW dan DF, ujarnya, didakwa dengan Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 4 ayat (2) juncto Pasal 30 UU RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
"Untuk SHDW itu sifatnya alternatif, kalau DF sifatnya akumulatif karena dia juga menyebarluaskan (konten pornografi)," kata Maidarlis.
YOHANES PASKALIS