TEMPO.CO, Jakarta - Hak penempatan unit rumah susun Rawa Bebek bagi warga Bukit Duri korban gusuran diduga banyak disalahgunakan. Hasil riset Komunitas Ciliwung Merdeka mengungkapkan bahwa fasilitas hunian relokasi itu ikut dinikmati keluarga yang tak memiliki peta bidang lahan. “Sekitar 65 persen bukan korban langsung,” ujar Sandyawan, dua hari lalu.
Sandyawan menerangkan, riset dibuat Mei-Maret lalu berdasarkan laporan Pengelola Rusun Rawa Bebek, Lurah Bukit Duri, dan data induk korban normalisasi yang dikeluarkan Dinas Tata Kota Jakarta Selatan. Data tersebut berisi pemanfaatan unit rusun bagi warga Bukit Duri pemilik peta bidang lahan yang mengalami penggusuran tahap dua pada September tahun lalu.
Baca: Rawa Bebek dari Dekat: Hidup Gagap Orang Luar Batang
Pemerintah Jakarta merelokasi seluruh warga Bukit Duri ke empat tower rusun Rawa Bebek yang masing-masing terdiri dari 100 unit. Masing-masing keluarga pemilih lahan berhak atas satu unit rusun seluas 36 meter persegi dengan dua kamar. Pembiayaan komplek rusun tersebut berasal dari dana kompensasi perusahaan properti, PT Summarecon Agung.
Menurut Sandyawan, hanya 121 dari 346 pemilik peta bidang lahan yang menempati hunian relokasi. Data itu bertolak belakang dengan klaim pengelola rusun yang menyatakan bahwa pemanfaatan hunian relokasi sudah dinikmati oleh 346 keluarga yang terdaftar sebagai penerima hak. “Ada penyalahgunaan di 225 unit rusun, setara dengan 65 persen,” katanya.
Penyalahgunaan pemanfaatan unit rusun umumnya dilakukan oleh warga Bukit Duri bukan pemilik lahan. Bentuk pelanggaran lainnya terdeteksi dari ulah pemilik lahan yang menikmati fasilitas dua unit rusun sekaligus serta penerima hak yang tak pernah pindah ke Rawa Bebek. “Adapula penghuni yang memanfaatkan peta lahan milik orang lain,” ujar Sandyawan.
Anggota tim riset, Vera Sumarwi, mengatakan mayoritas warga Bukit Duri keberatan tinggal di hunian relokasi karena jarak tempuh yang terlalu jauh dari tempat mereka bekerja. Sebagian besar di antara mereka memilih tetap tinggal di sekitar wilayah Bukit Duri meski harus membayar sewa. "Adapula yang memilih pulang kampung," katanya.
Kepala Bidang Pembinaan Penertiban dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah DKI Jakarta Mely Budiastuti membantah hasil penelitian tersebut. Sebab, seluruh penerima hak hunian rusun Rawa Bebek telah terdata sesuai aturan. “Daftar penerima hak rusun kami terima dari hasil pendataan tim dari petugas kelurahan dan pemerintah kotamadya,” kata dia.
Menurut dia, penghuni rusun yang bukan pemilik peta lahan masih dimungkinan menerima hak hunian. Kasus seperti itu umumnya terjadi karena pemilik lahan menyerahkan hak atas hunian kepada anak kandungnya yang telah berkeluarga dan ikut tinggal di Bukit Duri. “Ada banyak kasus di mana pemilik lahan memilih pulang kampung dan menyerahkan hak hunian kepada anaknya,” ujarnya.
Mely tak menampik adanya pemilik bidang lahan yang memiliki dua unit hunian. Sebab, pemerintah memberikan tambahan unit bagi pemilik bidang lahan yang memiliki dua anak yang telah berkeluarga dan tinggal seatap. Syaratnya, penghuni di atas bidang lahan itu terdiri dari lebih delapan jiwa. “Fasilitas itu diberikan dengan sistem undian untuk mengisi sisa unit yang tidak terpakai,” kata dia.
Baca juga: Ke Rusun Rawa Bebek, Anies Cek Harga Air yang Disebut Ahok
Dari total 400 unit yang disediakan, kata Mely, warga Bukit Duri penerima hak hanya terdata 363 saja. Sebagian sisa kuota unit rusun Rawa Bebek juga diberikan kepada warga Gang Arus yang ikut mengalami penggusuran. “Itu mengapa ada warga luar Bukit Duri yang tinggal di sana,” ujarnya. “Kami tidak perlu mendata ulang karena data kependudukan sudah diverifikasi,”
RIKY FERDIANTO