TEMPO.CO, Depok - Tujuh pengacara mendampingi tersangka dugaan ujaran kebencian, Buni Yani, saat menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Depok, Senin, 10 April 2017. Polisi melakukan penyerahan tahap kedua berupa barang bukti dan tersangka ke Kejaksaan Negeri Depok siang tadi.
Pengacara Buni, Syawaludin, mengatakan kepolisian telah melimpahkan perkara kliennya ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Buni akan disidangkan di Pengadilan Negeri Depok. "Baru pemeriksaan awal tersangka dan barang bukti," ucap Syawaludin.
Baca:
Kasus Ujaran Kebencian, Buni Yani Diperiksa Kejaksaan Depok
Lama Tak Muncul, Buni Yani: Saya Keliling Berdakwah
Kliennya, ujar Syawaludin, akan didampingi kuasa hukum yang tergabung dalam Tim Advokat Buni Yani. Mereka berasal dari Himpunan Advokat Muda Indonesia dan atas nama pribadi. "Saya atas nama pribadi membela Buni. Saya dari Universitas Indonesia," tutur Syawaludin.
Selama pemeriksaan awal ini, kata dia, Buni mengajukan keberatan atas sangkaan yang ditujukan kepadanya. Tim kuasa hukum Buni yang dipimpin Aldwin Rahardian akan mengusahakan penangguhan jika kejaksaan ingin menahan kliennya. "Penyidik kepolisian saja tidak menahan. Kami harap kejaksaan juga tidak menahan," katanya. Apalagi banyak tokoh yang bersedia menjadi penjamin agar Buni tidak ditahan.
Baca juga:
Teman Ditampar Polisi, Aktivis Buruh: Proses Hukum Jalan Terus
Nasib Lurah Tertangkap Tangan Diputuskan Baperjakat Sore Ini
Buni ditetapkan sebagai tersangka dugaan ujaran kebencian karena mengunggah potongan video pidato Ahok yang menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51 di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, 27 September 2016. Buni menyertakan transkrip ucapan Ahok dalam video berdurasi setengah menit itu.
Berkas perkara Buni bolak-balik dikembalikan Kejaksaan Tinggi DKI kepada penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya. Lalu berkas itu diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, mengikuti domisili Buni di Depok. Buni sempat mengajukan gugatan praperadilan atas kasusnya itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tapi hakim menolak gugatan.
IMAM HAMDI