TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Aldwin Rahardian mengatakan proses hukum kliennya Buni Yani, yang disangka penyebar ujaran kebencian terlalu dipaksakan. Apalagi, menurut dia, banyak ahli yang telah menyatakan apa yang dilakukan Buni, bukan sebagai penyebar ujaran kebencian.
Ahli-ahli, kata Aldwin sudah menyatakan yang di-caption dan diunggah Buni Yani bukan transkrip. “Tidak ada manipulasi, transkrip caption biasa dan tidak menunjuk subjek orang yang ditulis," ujar dia seusai mendampingi Buni saat pelimpahan tahap dua kasus kliennya di Kejaksaan Negeri Depok, Senin, 10 April 2017.
Baca:
Ajukan Penangguhan, Buni Yani: Ada Ribuan Orang Jadi Penjamin
Lama Tak Muncul, Buni Yani: Saya Keliling Berdakwah
Ia membandingkan proses hukum kliennya dengan Ade Armando yang diduga menista agama. Keduanya sama-sama disangka pasal 28 ayat 2 UU tentang ITE. Namun, kasus Ade tiba-tiba dihentikan dengan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3). Polisi tidak lagi memperkarakan kasus Ade.
Seperti diketahui, Ade dilaporkan oleh Johan Khan ke Polda Metro Jaya, pada tahun lalu. Johan mempermasalahkan cuitan Ade Armando dalam akun Facebook dan Twitternya @adearmando1. "Allah kan bukan orang Arab. Tentu Allah senang kalau ayat-ayatnya dibaca dengan gaya Minang, Ambon, Cina, Hiphop, Blues."
Baca juga:
BREAKING NEWS: Novel Baswedan Disiram Air Keras
Muhammadiyah Kecam Teror Terhadap Novel Baswedan: Ini Brutal
Menurut dia, kasus Buni berbuntut panjang karena ada pihak yang sengaja memviralkan screen shoot yang ditulis kliennya. Orang itu adalah Guntur Romli yang dilaporkannya ke polisi. Buni disebut penghasut dan provokator. "Sehingga berita jadi ke mana-mana.”
Aldwin mengatakan Buni hanya mengajak berdiskusi mengenai captionnya dalam akun media sosialnya. "Ini lihat tidak. Ini penistaan agama?" kata Aldwin sambil mengucapkan isi caption kliennya yang diperkarakan.
Gara-gara kasus itu, ujar dia, kondisi kejiwaannya. "Enam bulan kasusnya terkatung-katung."
IMAM HAMDI